Tuesday, October 30, 2012

Cerita tentang Kita 2




Dipenuhi dengan ceritamu
Dibanjiri dengan perhatian dan pertanyaanmu
Dihangati dengan kalimat penenangmu
Dikelilingi rasa kepedulianmu
Menghilangkan rasa sepi
Mengganti hari-hari yang terbiasa sendiri
Tapi hati bersikeras merahasiakan

Cerita tentang Kita 1



  Jika kukenang kembali
Bagaimana Tuhan membuat cerita tentang kita
Hal yang di luar prasangka

Sunday, October 28, 2012

Sampai Jumpa, My Dear Pain


See You My Dear Pain

Boleh nggak sih aku terus suka sama kamu
Terus sayang sama kamu?
Terus cinta sama kamu?
Tapi kenapa rasanya sakit ya?
Iya, aku tahu.
Cinta emang sakit.
Tapi kok gini sih?
Iya, aku tahu.
Kamu udah lupa,
Udah nggak inget,
Udah nggak suka,
Nggak perhatian,
Nggak sayang,
Tapi kok sedihnya ada terus?
Harusnya aku terbiasa kan?
Tapi kenapa sedihnya nggak hilang juga?
Tahun ke dua lho.
Dan dulu kamu masih ragu,
Sampai akhirnya kamu benar-benar lupa,
Sekarang benar-benar nggak ada lagi
Perasaan buat aku.
Jadi, apa aku harus tetap menunggu?
Apa aku tetap terus bertahan?
Mempertahankan perasaan ini,
Menanti perasaan itu ada lagi,
Haruskah?
Padahal kamu pun nggak mengerti.
Kamu pun nggak pernah mau menerima,
Nggak mau menyadari,
Masih ada aku di sini.
Jadi, perlukah aku terus berdiri di waktu ini?
Seandainya pun kamu tahu,
Kamu akan meminta ku berjalan tanpamu,
Kan?
Dan mungkin kamu akan bertanya bahwa
Kenapa pula aku harus menantimu,
Kan?
Jawabannya ada satu,
Keyakinan,
Bahwa kita bisa memperbaiki semuanya,
Setidaknya sampai satu detik yang lalu.
Dan sekarang?
Nggak akan ku pikirkan.
Mungkin perasaan ini akan masih terus ada.
Tapi aku nggak akan memusingkan.
Persetan dengan itu semua!
Jika memang aku harus berjalan sendiri,
Jika memang sayang ini tetap bercokol di dada ini,
Jadi kita lakukan saja semua ini.
Tuhan akan menyatukan kita dengan cara-Nya,
Jika memang benang merah antara kita nggak terputus.

Monday, October 22, 2012

DI SINI DI TEMPAT INI



Ada banyak cinta di sini.
Banyak dari mereka terbalas dan menjadi pasangan,
sedang beberapa di antaranya menggantung, tak terselesaikan,
bahkan tak tersampaikan.
Perasaan itu begitu memusingkan, tak dapat dilogika.

Di tempat ini banyak yang menggunakan topeng
dan aku tak mengerti kebenaran dari perasaan mereka masing-masing.
Terlalu banyak kepura-puraan, dan terkadang aku terkejut karena dari kepura-puraan itu menjadi sebuah kenyataan.

Ini bukan cerita tentang mereka,
Ini bukan kisah tentang kita,
Bukan pula tentang dia
Tetapi ini tentangku yang bertahan di sini,
menghadapi perasaan yang harus selalu aku pendam pada seseorang yang tak semestinya perasaan ini kupunyai.

Malam yang dingin
Jalanan yang sunyi
45 menit
Kamu tepat dihadapanku
Begitu dekat
Tapi aku hanya terdiam
Aku hanya bisa menatapmu dari belakang.
Menatap punggungmu
Perasaan yang ingin menggerakkan kedua tanganku, memelukmu.
Namun logika menahan gerakanku
Janji membatasiku
Dan dia mengawasiku

Rasanya mencintai seseorang namun terhalang janji kita sendiri,
sengsara
dan rasanya sewaktu mencintai namun juga menyakiti orang lain,
menderita
terlebih lagi rasanya ketika tahu
bahwa orang yang dicinta, mencintai orang lain,
namun tak dapat bersatu,
menyiksa

Layaknya mereka – mereka yang dalam kepura-puraan,
Aku pun berujung dalam kepuran-puraan.
Menyembunyikan perasaan.
Menutupi rasa bahagia ketika kamu tersenyum
Ketika kamu bertanya tiap aku tak ada di sini
Ketika kita bercakap berdua
Ketika kamu menawarkan diri menjemput atau mengantarku
Dan ketika kamu membutuhkanku.
Juga rasa sedih
Ketika tersadar aku diperlakukan sama seperti yang lain
Ketika tahu dengan jelas siapa yang kamu istimewakan, meski tersirat,
Ketika melihat sikapmu yang berbeda antara aku dan dia
Ketika kalian tersipu senang seperti seorang pasangan yang sebenarnya
Ketika terlihat sikap dinginmu padaku

Masihkah aku bertahan di sini?
Ya.
Akankan aku terus bertahan di tempat ini?
Ya.
Tapi apakah aku akan terus seperti ini?
Hanya hening yang ada.
Perasaan memang memusingkan.

Wednesday, October 17, 2012

Dunia (harapan) ku

Dunia Harapanku

Perasaan aneh…
Berada dalam kamar yang berbeda
Sendiri, merebahkan diri,
Menanti waktu.
Aku pun pergi saat sore
Yah, sore yang cerah dengan jalanan kota yang ramai
Aku berjalan sendiri dalam tempat yang asing
Bertemu, berpapasan, dan melewati orang yang tak kukenal.
Aku berpikir,
‘Bukankah ini yang kuinginkan?’

Monday, October 08, 2012

Rasa Suka Relung yang Sedang di Uji


Rasa Suka Relung yang Sedang di Uji
(Sintha’s Story)

Aku nggak menyangka aku secengeng ini. Yah, terlalu banyak beban tugas dan pikiran, serta kejadian-kejadian yang membuat emosiku memuncak pada kesedihan. Dan satu-satunya yang ingin aku lakukan adalah berangkat Relung (teater), dan aku bisa teriak di sana (dengan olah vokal) atau sekedar menjadi orang lain di sana (sesuai peran yang diberikan sutradara). Tapi bagaimana aku bisa melakukannya, sedangkan salah satu masalahku itu pun berhubungan dengan Relung.
Well, tugas yang banyak dan berturut-turut membuat waktuku tersita, ditambah lagi setiap jam tujuh malam aku harus jalan ke FIP untuk latihan teater. Sejujurnya, aku nggak ingin latihan serajin ini awalnya. Tapi semenjak dikasih ceramah dari Mas Almost Perfect atau bisa dibilang tetua Relung (karena dia sudah semester X), aku sadar kalau niatku itu nggak benar. Yang aku ingat jelas adalah ketika ada suatu tawaran bermain, kita harus mempertimbangkan segalanya. Entah itu tempat latihan yang jauh, adanya jam malam, dilarang orang tua, atau nggak ada kendaraan. Semua harus dipikirkan dengan matang untuk menerima atau nggak tawaran main itu. Ketika keputusan kita adalah ‘ya’, maka kita harus menanggung semua resikonya. Bahkan sebelum kita meng’iya’kan, kita harus tahu dulu bagaimana untuk mengatasi masalah-masalah yang dapat menghambat kegiatan kita itu.
            Itulah hal yang nggak aku lakukan ketika aku menerima tawaran untuk casting (dan akhirnya terpilih). Memang aku awalnya menolak, tetapi aku kurang tegas menolak dan malah mengikuti casting. Dari apa yang udah disampaikan dia, aku merubah niatku. Aku akan berangkat terus dari Minggu sampai Kamis jam 7 sampai jam 9 malam. Lalu hari Jumat dan Sabtu sampai latihan selesai, biasanya jam 11 malam. Dan di dua hari tersebut aku akan menginap di kosan temanku. *semacam terdoktrin ya
            Yap, sampai sebelum kemarin malam semua baik-baik saja. Tapi akhirnya aku merasa tersindir juga oleh salah seorang penghuni kos. Well, aku mulai merasa nggak enak. Setelah aku masuk kamar malam itu, kebetulan ada temanku yang baru pulang mengajar. Dan dia diingatkan, atau semacam itulah, oleh ibu kos. Hampir setiap hari dia memang pulang di atas jam 9 malam karena kerjanya itu. Aku kurang terlalu dengar percakapan mereka di dekat kamarku itu, tapi intinya besar kemungkinan dia bisa dapat teguran entah dari masyarakat sekitar atau semua penghuni kos.
Hatiku semakin menciut. Aku makin bingung harus bagaimana. Rasanya hal yang percuma juga seandainya Relungers dan ‘sesepuh’nya turun tangan. Temanku yang jelas-jelas kerja mengajar saja tetap diperingatkan, bagaimana aku yang hanya sekedar bermain teater (seenggaknya di mata orang lain). Benar-benar sedih rasanya.
Aku semakin suka dengan Relung, tapi sepertinya peraturan jam malam akan jadi penghambat perasaan itu. Mas Almost Perfect dan banyak juga sih teman-teman yang bilang Relung sekarang kurang ada rasa cinta atau rasa memiliki Relung sehingga membuat Relung makin turun prestasinya. Aku nggak mau Relung makin turun dan mengecewakan. Tapi apa yang bisa aku lakukan? Aku sendiri kesusahan untuk latihan.
Adanya jam malam yang begitu awal juga membuat aku semakin impossible mendapat peran yang lebih dari pada sebelum-sebelumnya. Bahkan di peranku sekarang, dialogku sedikit sekali dan hanya ada di satu act saja. Bukan karena skill yang aku punya. Memang skillku belum bagus, tapi aku yakin dengan adanya latihan, pasti skill bukan lagi masalah. Hanya saja yang paling berpengaruh adalah jam malam.
Begitu repot seandainya latihan diadakan dua kali dalam sehari untuk player yang nggak bisa latihan malam, seperti aku. Sedihnya aku ketika jam 9 kurang harus balik ke kos. Nggak enaknya aku karena satu pemain yang latihan harus mengantarku pulang. Dan makin sedihlah aku ketika aku terlambat pulang, mendapati pintu kos yang sudah dikunci dan harus memencet bel. Mengganggu mereka yang mungkin sudah istirahat.
Bagi orang lain mungkin ini cuma masalah jam malam. Masalah sepele. Tapi nggak untukku. Aku nyaman di kos ini, aku nggak mau sampai nggak disukai di sini. Aku takut. Di sisi lain, aku mulai suka lari-lari 2 atau 3 putaran bareng teman-teman Relung. Aku suka olah vokal, olah karakter bareng mereka. Aku mulai suka permainan freeze untuk melatih bloking di panggung. Aku mulai suka curhatan bareng dengan mereka. Aku suka melihat tingkah mereka yang kocak ketika beract. Aku kagum melihat beberapa di antara mereka yang begitu mudah menarik perhatian dan beracting dengan baik.
Perasaan ini ibarat kita mulai menyukai orang tetapi kita dilarang untuk menyukainya dan yang melarang kita adalah orang tua kita sendiri sehingga sangat berat untuk membantah larangan itu. Apa ini semacam ujian? Well, kalau iya, mungkin tahun ini aku akan gagal. Mungkin play sekarang adalah play terakhir untuk satu tahun ini, selama aku masih di tempat ini. Tahun depan pun kemungkinan besar masih di tempat yang sama yang berarti tetap nggak bisa ikut. Jadi? Aku cuma bisa berharap ada keajaiban. Hah, tapi mana ada keajaiban dalam hal seperti ini. Sekarang aku hopeless deh. Aku masih bagian dari Relung. Tapi dengan terpaksa aku nggak bisa membantu banyak. Dengan sedih, aku nggak bisa banyak mengambil peran di setiap event; Edsa Night, Makrab, Ospek, atau Laboratory. Dengan menyesal, aku cuma jadi penggembira di sebagian besar event-event itu.

Monday, October 01, 2012

You Are The One, My Aura (EsAura) Last


Esaura

Pagi berikutnya, Esa tidak sengaja melihat sebuah amplop yang berisi foto seorang lelaki. Di amplop itu tertulis kata ‘Perjodohan’. Esa pergi ke ruang makan sambil berpikir tentang foto itu. Kemudian di atas meja makan, sebuah memo kecil dari Aura yang isinya ‘Aku pergi dulu!‘. Dia pun terkejut lalu berpikir bahwa Aura akan dijodohkan sehingga dia harus pergi dari villa. Esa bergegas keluar villa dan mencari Aura. Setelah beberapa jam mencari, Esa masih belum bertemu dengan Aura. Dia pun kembali ke villa dengan lemas dan kecewa. Dia berjalam pelan menuju villa dengan kepala tertunduk. Kemudian ketika akan sampai villa, dia melihat Aura keluar dari gerbang villa. Tanpa berpikir panjang, Esa langsung berlari menghampirinya. Dia memegang tangan Aura dan langsung menarik Aura ke dalam pelukannya. Aura sangat kaget. Esa memeluk Aura dengan erat.
          “Ka.. kamu kenapa, Sa?” tanya Aura bingung.
          “Jangan pergi,” desah Esa.
          “Hah?” tanya Aura dengan heran.
“Aura, jujur, kamu membawa aura kebahagiaan dalam hidupku.  Kamu yang membuat hidupku kembali. Tapi aku selalu membohongi diriku sendiri. Kamu membuatku sadar betapa bahagianya bisa mencintai dan menyayangi seseorang. Dan aku nggak mau kehilangan seseorang yang kusayang lagi. Kamu auraku satu-satunya,” kata Esa sambil tetap memeluk Aura. Aura mencoba melepas pelukan Esa dengan pelan lalu bertanya pada Esa, ”Ada apa sih, Sa? Apa yang terjadi sama kamu? Kok kamu nggak seperti biasanya?”
Mendengar pertanyaan Aura, Esa merasa sedikit aneh. Dia mengamati raut muka Aura cukup lama dan mulai merasakan ada sesuatu yang salah. Kemudian Esa bertanya, “Lho, bukannya kamu mau pulang ke rumahmu ya? Kamu dijodohkan, kan?” Esa mengambil sesuatu dari saku kemejanya dan memberikannya pada Aura.
“Hah?! Jadi karena foto ini?” ucap Aura lalu tertawa. Esa heran dan makin merasa memang ada yang salah. “Esa, ini memang foto perjodohan, tapi bukan untuk aku, Sayang,” kata Aura sambil terkekeh-kekeh.
“Ja… jadi ini foto perjodohannya siapa?” tanya Esa penasaran.
“Kakakku.  Dia tinggal di kota ini. Aku ke sini untuk memberikan foto ini dan informasi lainnya, tapi di tengah jalan aku tersesat. Lalu aku juga dikejar preman-preman. Makanya tanpa pikir panjang, aku masuk ke villa yang kukira kosong sebagai tempat persembunyian,” jelas Aura dengan santai.




Powered by Blogger.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Online Project management