Monday, September 16, 2013

Jantung Hati 4

JANTUNG HATI

03 Maret
Suasana hatiku tidak secerah pagi ini. Aku hanya duduk di depan mereka berdua, berpura-pura mendengarkan apa yang mereka bicarakan. Seperti biasa, Dimas dengan kebawelannya menguasai panggung kecil kita. Dia mendominasi percakapan dengannya. Tapi Aya senang-senang saja mendengarkan. Sesekali dia tersenyum merespon cerita Dimas. Betapa manisnya dia. Tidak bisa dibandingkan denganku, tentu saja. Senyum indah dalam kerapuhan namun tetap tampak anggun dan mempesona. Suara yang merdu dan lemah lembut. Ah, pantas saja Dimas tertarik padanya.

“Iya, kan, Ris?” Pertanyaan Dimas itu sungguh tidak aku mengerti. Aku bingung menjawabnya, karena dari awal aku sudah tidak berminat untuk mendengarkan percakapan mereka. Dengan bingung dan ragu, aku hanya menjawab ‘iya’.

“Kamu tuh ngelamun ya, Ris?” tebak Dimas dan aku hanya menggeleng.

“Risya nggak apa-apa kan? Apa kamu merasa terganggu karena aku meminta kamu datang?”

“Oh, nggak kok, Aya. Tenang aja.” Itu bohong. Tentu saja aku terganggu. Kenapa juga aku harus ada di sini melihat mereka yang mulai akrab. Aku benar-benar sebal, tapi aku tidak tahu kenapa aku tidak bisa membencinya. Dan tidak mungkin aku langsung mengatakan perasaanku itu.

“Emm, kayaknya daritadi aku yang memonopoli obrolan. Jadi, aku persilahkan kalian mengoborol biar lebih akrab deh. Aku mau ke toilet dulu,” kata Dimas. Setelah Dimas pergi, justru suasana makin aneh. Aku merasa dia canggung, dan aku sendiri sedang malas untuk memulai pembicaraan dengannya. Dalam keheningan yang aneh itu, aku tidak sengaja melihat seseorang masuk ke kafe. Terasa familiar.

“Dokter…” kataku spontan setelah pasti aku mengenalnya. Aku pun beranjak dari kursi sambil berkata,  “Sebentar ya, Ay.”

“Eh, emm…” Aya terlihat ingin menghentikanku dan ingin mengatakan sesuatu. Aku yang baru saja selangkah menjauhi meja pun berbalik badan. “Kenapa, Ay?”

“Nggak, nggak apa-apa kok,” jawabnya. Aku masih mengamatinya sebentar. Sikapnya aneh. Kalau memang ada yang mengganjal di pikiran dan hati, harusnya dia ungkapkan saja. Tapi ya sudahlah.

“Ya udah, aku ke meja sebrang sana dulu ya.” Aya hanya mengangguk dan tersenyum. Saat aku menoleh lagi padanya, dia sedang menundukkan kepalanya. Terlihat sedih. Tapi apa yang salah? Apa aku melakukan kesalahan dengan meninggalkannya sendiri di meja itu? Tapi aku kan hanya ingin menyapa dokterku.

“Dokter,” sapaku sambil tersenyum. Dengan sedikit terkejut, dia melihat ke arahku.

“Risya! Kamu sama siapa ke sini?” tanyanya sambil mengamati sekitar.

“Biasa, Dok, sama Dimas. Dokter sendiri? Mau ketemu sama Mbak model yah?” kataku meledek.

“Ah kamu itu kecil-kecil mau tahu aja urusan orang dewasa,” balasnya sambil tertawa kecil. “Lha, kalau kamu sama Dimas, sekarang Dimasnya di mana? Masa iya kamu ditinggal sendirian.”

“Dia lagi ke toilet kok. Emm, aku boleh duduk sebentar di sini, Dok?” tanyaku sambil menunjuk kursi di sebelahku dan Mas Dokter mengiyakan dengan anggukan dan senyuman. Kita mengobrol sedikit, tapi Mas Dokter tidak seperti biasanya. Dia terlihat lebih pendiam. Apa ini karakternya di luar pekerjaannya? Tapi aku tidak yakin.

“Mas Dokter lagi ada masalah ya?” Tampaknya dia tidak sadar dengan pertanyaanku. Dia hanya melihat kotak putih kecil ditangannya, tapi tatapannya menerawang entah kemana. Dari gelagatnya itu, aku yakin pasti ada sesuatu yang terjadi antara dia dan kekasihnya itu, si Mbak Model. Tapi aku tidak berani menanyakannya. Akhirnya, aku pun memanggilnya lagi dan mengajaknya bergabung dengan Dimas dan Aya. Dia menolak pada awalnya, tapi aku memohon. “Please, accompany me. Aku merasa kayak nyamuk di sana. Dicuekin.” Dengan sedikit memaksa, dia pun mau bergabung.

Saat aku kembali ke meja bersama dengan Mas Dokter, Dimas pun sudah ada di sana. Sedikit kekesalan terlihat dari wajahnya. Tapi aku sendiri kurang mengerti kenapa. mungkin dia kesal karena aku meninggalkan Aya. Egois memang, tapi aku tetap bersikap seolah itu bukan masalah yang besar. Dan pada kenyataannya memang itu bukan masalah besar. Untuk aku dan Mas Dokter, mungkin hari ini hari yang cukup menyebalkan bagi kita dengan masalah kita masing-masing


Friday, September 06, 2013

Special for Someone - Surat 'Kecil' Untukmu

Surat ‘Kecil’ Untukmu
“Jika tulisan-tulisan ini sampai padamu, artinya ini sudah beberapa tahun yang telah berlalu semenjak aku sadar aku menyukaimu, 2010 silam; dan itu berarti juga aku belum mampu melupakanmu.
“Perempuan yang setidaknya pernah menjadi kekasih ini merasa bingung. Kenapa terasa sulit untuk tidak mengingatmu? Kenapa terasa berat untuk menghilangkan 100% perasaan sayang ketika kita menjadi sepasang kekasih? Apa usahaku kurang maximal? Atau aku yang memang tidak dapat membuka hati? Begitu banyak laki-laki yang dengan logika dapat dikatakan lebih baik darimu, lebih mapan darimu. Tapi itu hanyalah logika yang bicara, bukan hati. Satu kepergianmu, beberapa kedatangan mereka. Namun, tetap kamu yang tinggal. Aku harus berbuat apa?
“Aku kehabisan akal, menyerah. Aku tidak lagi memaksakan diri untuk mencintai orang lain. Aku berhenti membutakan hati dan membohongi diri. Apa pun yang akan kulakukan ke depan tanpamu, aku merasa, akan percuma jika aku hanya mendiamkan rasa ini. Aku mungkin akan lebih lega jika kuungkapkan semuanya.
“Apa kamu ingat pagi di mana kamu meminta kita berpisah 9 Juni dulu? *pasti tidak. Tepat sehari sebelumnya, hari di mana aku ingin kamu tidak menghubungiku, aku menikmati ‘renunganku’. Setelah cukup lama memikirkan bagaimana sebenarnya perasaanku padamu semenjak keraguan itu muncul menjadi masalah, hari itulah di mana aku kembali mendapatkan keyakinan bahwa apa pun yang kamu lakukan, aku tetap menyukaimu. Apa pun yang mereka katakan, aku mempercayaimu dan akan mempertahankanmu. Aku sadar bahwa aku justru semakin menyukaimu. Perasaan itu tumbuh lebih besar dari saat pertama kita satu kelas di SMP, lebih besar dari saat aku bertemu denganmu di reuni setelah satu tahun tanpa kabar, dan lebih besar ketika hari pertama kita menjadi sepasang kekasih. Masalah yang membuat kita renggang, ternyata semakin menumbuhkan perasaan rindu.
“Di pagi yang sama aku berniat mengatakannya, tapi kalimatmu membuatku terdiam, berpikir ulang. Aku tahu, hubungan tidak akan berhasil tanpa adanya kepercayaan. Ketika aku bertanya bagaimana jika aku menolak untuk berpisah, kamu seperti orang yang bingung. Kubayangkan, akan pedih untukku jika melihatmu yang terpaksa bersamaku dengan wajah murung dan sedih karena ingin bebas dariku. Setelah kamu memberitahuku bahwa sikap dinginmu adalah ujian untukku, aku pun tahu bahwa dengan kamu melakukan tes itu, sama saja dengan kamu yang sudah mulai ragu. Maka kuputuskan untuk tidak mengatakan perasaanku sesungguhnya. Bisa dibilang, aku tidak mau menjadi seperti Shinta yang tersiksa setelah dia selamat dari tangan Rahwana karena Sang Rama-nya tidak mampu percaya padanya, hingga akhirnya Shinta melakukan sumpah yang membuat mereka berpisah selamanya*.
“Menit itu, aku tidak merasakan sebuah kesedihan, tapi suatu perasaan aneh menyelimuti. Aku merasa senang, tapi mataku berkaca-kaca. Aku tidak merasa patah hati, tapi air mataku mengalir. Sejujurnya, aku senang karena kamu kembali; kamu tidak lagi mengacuhkanku, tidak lagi dingin padaku. Tepat di hari hubungan kasih kita berakhir, di hari itu pula kita bercanda bersama. Meski bukan lagi sebagai pasangan, tapi aku cukup bahagia saat itu. Setidaknya kita masih sedekat dulu dan aku tidak merasa kehilangan.
“Hanya saja, aku mulai sedikit kehilangan ketika masing-masing dari kita mulai memasuki kota yang baru, Semarang dan Yogyakarta. Dan rasa kehilangan itu memuncak di bulan Juni atau Juli 2012. Kamu yang dulunya masih sering menghubungiku dengan sms sekedar menghabiskan waktu luang dan selalu sms ketika kamu sedang ada di Jogja, sudah tidak lagi kamu lakukan. Bahkan aku terkadang merasa ada sikap bosan dalam sms-mu itu.
“Tapi aku mengerti. Yang kamu lakukan adalah hal yang wajar. Aku tidak marah maupun kecewa. Mungkin dengan menjauh, membuatmu lebih mudah melupakan masa lalu. Mungkin kamu sudah menemukan orang yang bisa mengisi hari-harimu. Mungkin kamu telah mendapatkan kesibukan dan kesenanganmu sendiri, terbiasa tanpa aku yang mulai membuatmu bosan, sekalipun sebagai teman. Mungkin… mungkin… dan mungkin…. Aku tidak tahu tepatnya, yang pasti aku menerimanya, aku tidak keberatan apapun penyebabnya.
“Begitulah adanya. Jujur, aku tidak memiliki maksud apapun. Aku tidak berniat mengganggu hidupmu dengan datangnya kebenaran yang tertimbun lama di hatiku. Aku pun tidak ingin kamu membenciku dan bukan berarti aku ingin kembali padamu. Aku hanya ingin mengungkapkan apa yang ingin kuungkapkan yang mungkin tidak akan sanggup aku utarakan secara langsung. Bahkan aku tidak tahu apa aku masih sanggup bertemu denganmu setelah ini, karena jalan-Nya tidak ada satu manusia pun yang tahu.
“Hei, terima kasih untuk waktu yang kamu beri. Terima kasih untuk tetap menjaga persilaturahiman kita. Terima kasih untuk mencoba tidak berubah menjadi teman curhat dan teman sharingku dulu. Satu kenyataan : dari dulu sampai sekarang aku selalu menunggu curhatan dan kisah cintamu di sana, apapun itu! :D Tapi sepertinya kamu tidak tertarik untuk menceritakannya.
“Aku harap beberapa hal kecil yang kuutarakan ini, tidak merubah apa yang telah kamu putuskan dan kamu yakini. Meskipun masih ada hal kecil lain, tapi setidaknya ini dapat mewakili bahwa aku selalu menyukaimu, dalam tawa riang kegembiraan. Aku menyukaimu, dalam tangis kerinduan. Aku tetap menyukaimu, dalam kenyataan aku yang terlupakan,..dari hatimu.” :)

The Part of Human's Feeling - Kegelisahan


2013
Aku yang aneh.
Terkadang aku berpikir, aku bahagia dengan keadaanku yang terus seperti ini.
Begitu biasa, datar, dan tenang.
Tak terusik siapa pun.
Tapi di waktu yang lain,
aku merasa murung dan tertekan dengan apa yang selama ini aku lakukan,
dengan waktu-waktu yang sudah terlewatkan.
Apa aku sanggup mengejar sesuatu, apa pun itu?
karena aku sangat merasa begitu tertinggal.
Aku sering bertanya, apa aku bisa mengagumkan seperti mereka?
Apa aku bisa seberhasil mereka?
Yang aku lakukan hanya membandingkan.
Buruk. Dasar bodoh.
Aku tahu itu.
Tapi aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan agar dapat menjadi mengagumkan dan berhasil seperti mereka.
Tidak.
Lebih tepatnya, aku tidak tahu,
bagaimana agar aku menemukan apa yang kuinginkan, yang kubutuhkan,
dan juga yang mampu membuang perasaan gelisah ini.
Mungkin aku tidak percaya diri dan takut.
Lalu apa yang harus kuperbuat agar semua itu lenyap?
Apa yang harus kumulai?
Bagaimana aku menemukan yang kuinginkan, juga yang terbaik untuk hidupku?

The Part of Human's Feeling - Hilang Arah

Hilang Arah

Aku menyadari, duniaku sangat kecil.
Hidupku, hanya di ruangan sempitku.
Aku keluar, aku tak menemukan siapapun.
Aku menunggu, tak ada yang datang dan tinggal.
Aku tahu, aku tak perlu menunggu bantuan orang lain untk membuatku tersenyum dan tertawa lepas.
Aku tahu, aku tak perlu menunggu mereka untuk membuat duniaku meluas.
Tapi aku merasa aku telah mencoba meraihnya, hanya saja masih tidak bisa.
Diriku yang sebenarnya, tak pernah merasa memiliki satu orang pun yang bisa menjadi segalanya.
Aku memiliki beberapa orang yang begitu berharga, tapi aku tidak bahagia.
Bukan.
Aku bahagia, tapi tetap ada sesuatu yang hilang.
Aku melihat kehidupan orang lain.
Mereka penuh aktivitas, penuh kesibukan, penuh masalah, penuh banyak hal yang mereka keluhkan.
Tapi aku melihat ‘kebahagiaan’ yang gagal kumiliki.
Aku mencoba, tapi aku tak dapat mempertahankannya.
Mereka begitu bersinar dengan rutinitas mereka.
Aku hanya bisa mengamati, tak dapat berbuat apa pun.
Aku tidak tahu jalan mana yang harus aku gunakan untuk mencapai kebahagiaan yang aku inginkan.
Aku tidak tahu siapa yang seharusnya ada di sampingku, di belakangku, dan di depanku.
Aku perempuan yang hilang arah dalam kebingungan mencari kebahagiaanku sendiri.
Hanya pengandaian yang ada, yang selalu berganti dan musnah.
Entah aku yang menjauh ketakutan atau memang kebahagiaan yang pergi meninggalkan.
Ha! Sungguh lucu.
Di umurku yang sekarang, aku masih begitu labil.

Complicated Feeling

 Feb 2013
What a great month!
I do not know what happen to my heart
I do not know why I feel lonely
I do not understand how I can feel that I lost someone
I do not know at all.
Every time he came to my boarding house
Every time he greets me
Every time we meet
I feel a pain in the deep of my heart
A pain that come because I realize from the beginning
Whose girl he likes

Then, there is another boy who makes gloomy nights
Every time I see him with her
Every time I realize that we do not as close as before
Every day I feel he avoids me, ignores me.
There is a gap between us
Did I do a mistake?
Did I hurt him?
Or is it because there is another one who understands him better than me?
That lovable girl.

Now I do not know how to reveal this thing
I just try my best to make myself relax
Make my days cheerful
Make my times as happy as before
Before I meet the two boys
And before I belong to my ex-boy,

How come this happen to me?
I hate, I am tired
But I miss, I am jealous

This is about my ex-boy.
Once I cried
But my tears came out more and more
It was because of my memories of my ex,
It was not because of this uncomfortable feeling
But, why?
Again, I do not understand.

I know my ex-boy is not the best for me
And of course I myself am not the good one for him
My logic tell me that I am not match with him
Even now he forgets me

Oh really, I hate this complicated feeling which I cannot understand.
This is my heart, my own heart
But why I still do not recognize what actually my heart says

I do love my ex-boy
But I miss the one who make my nights gloomy
And I like the young one who makes me feel the pain.

Waktu dan Cinta Berlalu

                                                                                                                        Desember 2012
Butuh berapa lama untuk bisa menghapus perasaan cinta kita pada seseorang?
Hampir 3 tahun aku mencintai seseorang.
Aku memilikinya hanya dalam waktu singkat.
Lalu kita berpisah, namun aku masih memberinya perhatian.
Dan tahun kedua dan ketiga, aku hanya mencintainya dalam diam.
Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Kita berdua makin jauh, dan semakin jauh.
Aku tidak bisa lagi menunjukkan bahwa aku masih menyayanginya.
Sesaat aku memang dapat menghiraukannya.
Tapi tidak setelah tahu dia menemukan penggantiku.
Bagian diriku menerima kenyataan itu dengan senang, karena perempuan itu orang baik dan lebih baik dariku.
Tapi diriku yang lain membenci kenyataan itu dan kenyataan bahwa aku masih memikirkannya sampai sekarang.

Aku tahu aku bisa mendapatkan yang lebih daik dari dia.
Aku berpikir aku pasti mendapatkan yang lebih dari dia.
Tapi tidak hatiku. Hati ini sudah tidak percaya lagi, akan orang lain, juga akan diri sendiri.

Tidak ada yang sedingin dia.
Tidak ada yang semenyebalkan dia.
Tapi ia baik, mungkin tidak ada yang sebaik dia.

Tidak ada yang sejujur dia.
Tidak ada yang sehangat dia ketika bersama orang-orang yang ia sayangi.
Dan aku gagal mempertahankannya.
Aku gagal mempertahankan orang yang berarti. Lagi!!
Aku merasa sepi dengan tidak ada orang yang menyayangiku sepertinya.
Aku merasa cemburu, juga kesal.
Dan aku akan tidak sanggup untuk bertemu dengannya dalam waktu yang cukup lama.
Entah sampai kapan.

Betapa lemahnya aku.
Bahkan aku sudah tidak sanggup lagi untuk memulai mencintai orang lain, sekalipun aku berhasil melupakannya.
Aku terlalu banyak ditinggalkan.
Dan aku tidak siap untuk ditinggalkan lagi.

Tiga tahun masa cintaku untuknya, dan masih terus berlanjut.
Mungkin memang tidak bisa dibandingkan dengan kisah cinta yang bertahun-tahun orang lain alami dengan masa lalu-masa lalu mereka yang mungkin lebih suram dari padaku.
Tapi tiga tahun itu juga masa laluku yang tidak cukup indah,
itu semua cukup, cukup membuatku takut dan jera.

Terlihat seperti aku sangat depresi dan frustasi?
Memang. Apa mau dikata.
Mungkin ini gangguan jiwa, atau gangguan psikologis.
Entah,
Aku hanya merasa, aku tidak sanggup lagi mencintai orang sepenuhnya.
Itu saja.

Sudah kukatakan bukan?
Aku sangat lemah. Aku sangat rapuh di dalam.
Tapi aku tidak lagi menunjukkannya.
Aku benci mereka yang mengasihaniku.
Aku benci mereka yang berpura-pura simpati dan seolah-olah mereka mengerti.
Aku tidak mau mendengar komentar-komentar mereka sekalipun itu benar.
Biarkan aku menjadi egois dan keras kepala.
Dan aku hanya berakhir dengan keceriaan dalam kepedihan.


Powered by Blogger.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Online Project management