Ketakutanku, Perubahanku, dan Pertahananku
Aku akhirnya
kembali menulis, menulis kehidupan pribadiku lagi. Kembali menjadi aku yang
penyendiri. Kembali menjadi aku yang kesepian meski dalam riuh renyah suara
teman-temanku.
Satu tahun
yg sudah aku lalui, dengan sangat tenang dan damai, sampai-sampai aku tidak
pernah lagi menceritakan kehidupanku, baik pada orang lain, maupun pada sebuah
diary.
Hingga
akhirnya aku sadar, ada sesuatu yang telah terjadi padaku. Sedikit demi sedikit
aku mulai berubah.
Ternyata,
satu tahun tanpa merasa begitu benar-benar tertarik pada seseorang, tanpa
pernah lagi memikirkan terlalu dalam tentang orang yang paling aku cinta
sebelumnya, tanpa merasakan adanya getaran cinta jika berdekatan dengan
laki-laki, membuatku makin tidak percaya diri dengan kisah cintaku sendiri
nantinya.
Iya, aku
berubah, dan aku baru menyadarinya.
Ketika aku
tahu dengan jelas, orang yang aku cinta, yang selama satu tahun ini aku kira
aku sudah melupakannya, dia sudah memilih orang lain untuk menjadi pasangannya.
Seketika itu
juga aku merasa syok, dan mulai menangis bersamaan dengan tawa kecil.
Sakit.
Kenapa aku masih merasakannya? Padahal aku tidak pernah lagi menghubunginya.
Aku melupakannya. #tersenyum kecut
Bodoh! Untuk
apa aku mengatakan seperti itu? Jelas-jelas aku masih ingin tahu apa saja yang
dia lakukan dengan melihat aktivitasnya di jejaring sosial. Jelas-jelas ketika
aku keluar dari rumah sakit setelah seminggu di sana, yang ingin aku temui
adalah dia. Jelas-jelas keinginan pertamaku ketika aku pulang ke kampung
halamanku adalah menemuinya sambil membawa kue brownis dan bersilaturahmi
dengan keluarganya.
Tapi sampai
sekarang pun aku masih menyangkal bahwa aku masih mencintainya.
Aku hanya
merasa ……… aku ditinggalkan.
Dan aku
teringat kembali beberapa laki-laki yang pernah datang dalam kehidupanku. Kelas
satu SMP, kelas satu SMA, kelas tiga SMA, masa OSPEK, dan terakhir, masa
Semester satu perkuliahan. Masa-masa itu adalah masa-masa di mana aku membuka
hatiku untuk laki-laki, baik secara paksa maupun sukarela. Tapi semuanya, pada
akhirnya, memutuskan untuk meninggalkanku.
Aku sama
sekali tidak pernah berpikir bahwa penyebabnya adalah aku sendiri. Sikapku lah
yang membuat mereka tidak tahan. Sifatku terlalu jauh dari dambaan mereka. Iya,
aku tidak cukup untuk membahagiakan mereka. Satu orang pun dan satu kali pun.
Aku baru
merasakan imbasnya sekarang.
Tanpa aku
sadari, satu setengah tahun ini aku melakukan pertahanan untuk hatiku. Sudah banyak
laki-laki yang menarik perhatianku, bahkan aku mengatakan pada teman-temanku
ketika aku menyukai si A, lalu si B, kemudian berganti ke si C, bahkan
bersamaan dengan si D. Lalu dengan mudahnya hal itu berubah lagi menjadi E.
Aku tidak
mau merasakan lagi ditinggalkan. Rasa percayaku pada laki-laki pun semakin lama
semakin hilang. Aku terlalu takut memiliki hubungan spesial dengan orang lain.
Karenanya, sebelum aku benar-benar jatuh cinta, aku pergi menjauh, mencari yang
lain. Dan sebelum orang lain benar-benar jatuh cinta padaku, aku pastikan aku
membunuh perasaan itu. dengan begitu, tidak akan ada yang terluka. Itu yang aku
pikirkan. Iya, tanpa sadar, aku telah melakukan hal-hal itu.
Mungkin akan
ada yang menganggap aku mulai terkena penyakit yang berhubungan dengan gangguan
psikologis. Atau menganggap hal itu wajar. Atau mungkin berpikir, aku hanya melebih-lebihkan. Aku sendiri pun tidak tahu. Aku tidak
tahu aku harus bagaimana menghadapi diriku sendiri. ...
*this may continue...*