Biar Tuhan yang Menunjukkan?
Aku masih tidak
memahaminya. Kenapa kita sebaiknya diam tentang perasaan kita? Bukankah akan
lebih melegakan jika dia tahu apa yang kita rasakan sebenarnya? Bukankah memang
sudah resiko kita jika dia memilih untuk menjauh, menetap, atau mendekat
setelah tahu perasaan kita? Aku mencoba untuk menjadi dirimu, Teman,
biarkan Tuhan yang menunjukkan perasaan kita melalui dirinya sendiri. Sepintas mungkin
aku merasa menyetujuinya. Tetapi ketika kujalani, ternyata tidak sepenuhnya
sama. Hidupku tidak akan tenang sampai dia mengetahuinya. Aku sendiri yang akan
tersiksa karena tidak menunjukkan perasaanku padanya. Aku sendiri yang merasa
merana karena hanya memandangnya di kejauhan. Aku sendiri, hanya seorang diri,
yang akan merasakan entah senang-sedih-cemas-kecewa-cemburu-sakit hati- dan
lainnya. Sedangkan dia? Mungkin tidak, bahkan tidak peduli.
Bukan,
bukan berarti aku seorang yang menyukai untuk maju berperang lebih dulu. Aku hanya
merasa aku akan menyesal jika nantinya dia sama sekali tidak mengetahui
kebenarannya. Akan merasa tidak adil ketika kita, atau aku, yang merasakan
banyak hal dari sangat bahagia menjadi sangat sedih karenanya, memikirkannya,
memperhatikannya, juga mengaguminya, tapi dia tidak mengerti, tidak menyadari,
dan tidak memahaminya.
Lalu,
apa yang akan aku lakukan? Tentu tidak ada. Aku hanya menanti, menanti waktu
yang tepat untuk kubiarkan dia menyadarinya. Ku biarkan Tuhan menunjukkan
melaluiku. Dan saat itu tiba, aku telah bersiap untuk kemungkinan terburuknya.
_Bahkan sampai detik ini, aku masih
berharap agar aku bisa dipertemukan lagi dengan seseorang yang membuatku pertama
kali jatuh cinta saat pandangan pertama. Dan ingin kuutarakan apa yang pernah
kurasa dulu. Meski telah berlalu sangat lama, bahkan dia mungkin telah lupa,
tapi setidaknya aku akan merasa kebahagiaan tersendiri ketika aku berhasil
mengatakannya. Yah, meski terbilang terlambat dan perasaan-perasaan itu kini
sudah tidak sama, tapi aku tetap berharap._
0 comment:
Post a Comment