BERAWAL DARI AWAL
Pukul 14.15 WIB, dua orang gadis bernama Tyas
dan Aula sedang asyik mengobrol sambil memakan eskrim di Ice World. Mereka
bersahabat dari kecil dan Ice World ialah tempat kesukaan mereka.
“Yas, gimana
kamu sama Ian? Ada kemajuan?” tanya Aula. Tyas hanya mengehela nafas dan
menggeleng.
“Usaha dong!
Aku nglihat kamu ngobrol sama dia aja nggak pernah loh. Mau cinta dalam hati
terus apa?”
“Cinta dalam
hati, memangnya UNGU band!” kata Tyas sambil bercanda.
“Eh, serius
nih!” jawab Aula.
“Ah, lagi
nggak minat ngomongin dia. Jangan bikin boring
lah!” ancam Tyas.
“Iya deh,
iya. Tapi aku ingin kamu cepat-cepat punya pacar, Yas!”
“Lho, kenapa
sih? Aku sendiri juga nggak peduli-peduli amat. Kok malah kamu yang ribut?
Tenang aja. Aku nggak akan sering-sering ganggu kamu sama Awan,” canda Tyas
dengan senyum jahil.
“Aku nggak
pernah merasa diganggu sama kamu kok.”
”Iya, tapi
Awan belum tentu, kali!”
”Ah, ya udahlah.
Nggak perlu ngomongin dia juga,” balas Aula dengan malas.
“Hemm, aku
malas membahas Ian. Kamu juga nggak mau membahas pacarmu. Kalau gitu, pulang
aja yuk! Toh eskrimnya udah habis,” kata Tyas sambil berdiri.
“Eh eh,
nanti dulu sebentar. Tinggal satu suap lagi nih!” kata Aula sambil menghabiskan eskrimnya.
Kemudian mereka pun berjalan keluar dari Ice World.
“Sepertinya
aku harus ikut turun tangan! Tapi gimana caranya mendekatkan mereka ya?” tanya
Aula dalam hati. Setelah cukup lama berpikir, tiba-tiba dia tersenyum sambil
mengangguk-angguk. Kemudian dia pun mengambil handphone yang ada di tasnya dan mengirim sms ke Awan.
=+++=
Hari Senin
adalah hari yang sial bagi Tyas karena ada apel pagi dan untuk kesekian kalinya
dia nyaris terlambat. Dia berjalan cepat ke kelas untuk meletakkan tasnya. Dari
arah sebaliknya, terlihat sosok Ian dari kejauhan. Tyas agak terkejut dan
sempat menghentikan langkah sepersekian detik. Namun sepertinya Ian belum
menyadari kehadiran Tyas. Tyas tetap berjalan cepat, berusaha agar bersikap
wajar meskipun hatinya sudah tidak karuan. Saat
mereka berpapasan, Ian membuang muka.
“Ukh! Harus
ya dia buang muka seperti itu? Sekalian aja buang itu muka ke tong sampah!”
kata Tyas dengan suara super kecil. Tetapi meskipun kesal, tetap saja Tyas
merasa senang karena dapat berpapasan dengan Ian. Setelah berlari ke lapangan,
dia langsung masuk ke barisan dan menghela nafas. “Alhamdullillah, masih
sempat,” katanya lega.
“Duh, Yas.
Nggak bisa ya kamu berangkat lebih awal lagi? Masih pagi sudah ngos-ngosan
gitu,” ucap Aula.
“Nggak bisa.
Sudah budayaku.”
“Budaya
apanya?! Aku tahu kamu sengaja kan supaya bisa sering ketemu Ian. Dia kan juga
suka berangkat lebih siang. Iya kan? Ngaku deh!” goda Aula.
“Ukh, kalau
tahu kenapa mesti tanya sih? Lagian nggak salah kan?” kata Tyas agak malu.
“Ya nggak
sih. Eh tapi kamu tenang aja. Aku yakin kok hubungan kalian akan jadi lebih
dekat nantinya,” balas Aula. Awalnya Tyas heran, tapi akhirnya dia tidak
mempedulikannya juga.
Sepulang
sekolah, Aula meminjam handphone Tyas.
“Buat apa
sih? Tumben pinjam punyaku?” tanya Tyas.
“Buat kirim pesan ke Awan. Aku lagi nggak punya
pulsa soalnya.” Tanpa basa-basi, Tyas meminjamkan handphone miliknya. Beberapa saat kemudian, Aula mengembalikkan handphone Tyas sambil berkata, “ Nih, thank you.” Tyas hanya mengangguk dan
memasukkan handphone ke sakunya lagi.
“Yas, kamu pulang duluan deh. Aku mau ketemu
Awan. Ada something nih,” kata Aula sambil pergi
menjauh. Tyas memang merasa aneh dengan sikap Aula itu, tapi seperti biasa, dia
tidak terlalu memikirkannya. Salah satu motto hidupnya adalah jangan memikirkan
sesuatu yang tak berguna dan jangan berburuk sangka pada orang lain.
=+++=
0 comment:
Post a Comment