Bosan. Jenuh.
Masa lalu terus saja menghantui. Membuatku tidak dapat berkutik. Seolah aku
terjebak di dalamnya, terkurung di jerujinya. Bagaimana aku dapat melepasnya? Beribu
kali aku mencoba, tetapi dia datang terus menerus, menyerangku; tubuhku dan memoriku.
Tak tersampaikan kah teriakanku ini, Tuhan?
Aku dengannya,
lahir di generasi berbeda. Tetapi cinta tak pernah mempermasalahkannya. Tiap
detik jantungku selalu berpacu hanya dengan menatapnya, bahkan dari jarak
terjauh, sejauh mataku dapat memandangnya. Namun, waktu akhirnya mengambil alih
duniaku, memaksaku pergi dari kebahagiaan cinta pertama.
Wahai Tuhan, aku
pergi menjauh, tinggal di tempat yang baru, kota yang asing. Aku mencoba lari.
Tetapi kenapa Kau buat dia mengikutiku? Dia tidak pernah mencariku, tetapi
mengapa Kau buat dia melangkahkan kaki di tempat yang sama sepertiku? Apa
sebenarnya kehendakmu, Tuhan? Kau tahu betapa berartinya dia untukku di masa
lalu, lalu kenapa dia harus sedekat ini? Ya, sangat dekat, tapi tak pernah
dapat tersentuh olehku. Bahkan mataku tak pernah menangkap sosoknya, meski kita
begitu berdekatan.
Kau mengirimnya
ke tempat yang sama. Dari sekian banyak tempat tujuan, Kau membuatnya memilih
tempat yang kupilih. Ironis. Kau tidak pernah membiarkanku bertemu dengannya. Apa
Kau sedang mempermainkanku? Atau memang aku yang tidak pernah bisa
mengendalikan diri dan mencoba menerima kenyataan ini, sehingga masa lalu terus
saja membayangi?
Aku hanya dapat
tertawa getir. Keinginanku, selalu, untuk bisa bertemu dengannya. Tetapi untuk
apa? Setelah sekian lama terpisah, apa yang bisa kuperbuat seandainya kita
bertemu?
“Membuatnya ingat
kembali.”
Jika dia kembali
mengingatku, lalu apa? Mengulang masa-masa dulu? Untuk apa? Kehidupan kita
telah jauh berbeda. Jalan pun sudah bukan lagi terbelah dan bercabang, tetapi
bertolak belakang. Tidak ada yang bisa kurubah. Kenyataan pahit. Aku
benar-benar tidak dapat berkutik.
Sekalipun aku
menyadarinya, keinginan itu tidak pernah tertepis, justru mengendap pada titik
terendah dan terkecil dari bagian hatiku. Keinginan itu akan terus ada, sampai
aku menemukan jawaban, jawaban dari kebingunganku atas keputusan Tuhan yang
membuat kisah seperti ini.