Bosan.
Jenuh. Aku tidak tahu kenapa aku harus lahir. Apa gunaku sesungguhnya? Layakkah
aku hidup dan menjalani kehidupan ini? Siapa aku? Apa yang bisa kulakukan? Aku
bisa apa? Berbagai pertanyaan hidup ini selalu menghantuiku. Sebenarnya apa makna
dari kehidupanku? Aku sungguh tidak tahu. Aku hanya manusia biasa. Aku tidak
memiliki keahlian khusus. Aku pun bukan orang jenius, atau minimal orang yang
pintar di kelas di sekolah-sekolah. Aku bukan seorang yang fanatik pada agama
yang rela mengorbankan nyawanya di jalan Tuhan. Bukan. Aku pun bukan seorang
yang ateis yang tidak mempercayai keberadaan Tuhan, dan hanya percaya pada apa
yang bisa kulihat dan kuraba.
Menari,
bersandiwara di panggung, berpaduan suara. Aku menyukainya. Aku bisa melakukan
semua itu. Tapi aku hanya bisa, sekedar bisa, dan itu pun sesaat. Aku tidak
menemukan bakatku di bidang-bidang itu. Aku tidak menemukan tempatku di sana.
Bahkan menulis. Ah, aku tidak merasa ini tempatku. Aku kecil. Begitu pula
tulisanku. Apa yang bisa kutulis? Kejenuhan hidupku? Sungguh payah.
Lalu
siapa aku? Bahkan aku tidak tahu dan tidak paham siapa aku, jati diriku, dan
tujuanku hidup. Aku tersesat, mungkin. Aku butuh bantuan, mungkin. Tapi siapa
yang dapat membantuku? Aku harus keluar. Ya, harus. Tapi ke mana? Bagaimana
jika aku makin tersesat? Bagaimana jika aku tidak menyukainya? Bagaimana jika
dunia luar justru makin membuatku hancur? Bagaimana jika di sana aku menyadari
bahwa aku memang tidak berguna? Adakah hal yang bisa kulakukan agar aku merasa
baik? Bahkan berdiam diri, menatap sebuah leptop, mendengarkan musik, menonton
film atau melakukan hal-hal yang aku sukai pun tidak bisa membuatku merasa
baik. Bahkan bercanda tawa dengan teman sejawat pun tidak merubah kegalauan dan
ketakutanku.
Ada
apa denganku? Begini payahkah hidupku?
Aku
tahu. Hidupku tidak akan berubah sampai aku merubahnya. Namun, bukankah teori
memang lebih mudah diucap daripada dilakukan. Mudah, sungguh mudah memahaminya,
tapi sangat sulit pada prakteknya.
Aku
lelah. Aku sungguh merasa lelah. Lelah dengan hidupku yang selalu seperti ini,
tidak ada yang bisa aku banggakan. Apa karena aku selalu membandingkan diriku
dengan orang lain? Mungkin. Ah, memang iya. Tidak bisa dipungkiri bahwa aku
selalu saja membandingkan diriku dengan orang lain yang lebih hebat dariku. Aku
selalu bertanya-tanya, mengapa aku tidak seperti mereka? Mengapa aku tidak
bisa? Bahkan ketika aku mencoba, seolah aku tahu itu sia-sia.
“Tentu
sia-sia, karena kamu harus jadi dirimu sendiri, bukan menjadi mereka.”
Bagaimana
bisa aku menjadi diri sendiri, bahkan aku sendiri tidak tahu menjadi diri
sendiri itu bagaimana dan seperti apa? Bagaimana mungkin aku menjadi diri
sendiri, sedangkan aku sendiri tidak tahu siapa aku.
Sial.
Aku begini bodohnya. Aku begitu penakutnya, untuk menginjakkan kaki di dunia
yang kejam. Sial. Mengapa aku harus menjadi orang yang pesimis? Aku mencoba
keluar dari zona nyaman, tapi begitu aku tergoncang akan zona luar, aku memilih
kembali ke zona ini.
Bagaimana
hidupku akan berubah?