Sunday, March 24, 2013

Orang Asing - Love Story

Orang Asing

Sepertinya aku lagi-lagi kehilangan sesosok penghibur hati. Yah, meski pada akhirnya aku tahu namanya dari seorang teman, tapi waktu itu juga aku nggak pernah lagi ngliat dia bekerja di ‘sana’. Hariku mulai mendung lagi dan ketidakpastian dari keberadaannya sekarang malah bikin makin mendung. Padahal, biasanya, satu-satunya orang yang bisa ngilangin mendungku cuma dengan sekali lihat, baru dia dan mungkin cuma dia.
Aku sendiri nggak tahu apa pun tentangnya. Apa dia masih kuliah atau udah lulus? Apa dia pengurus market, yang berarti dia masih kuliah di universitas yang sama denganku, atau orang luar yang bekerja di sana? Berapa umurnya? Dari daerah mana dia berasal? Tinggal di mana sekarang? Apa dia udah punya pasangan atau menikah atau bahkan punya anak?
Aku sama sekali nggak mengenalnya. Tapi mataku mengenalnya, wajah lucunya. Telingaku mendengarnya, suara yang begitu biasa. Otakku mengingatnya, sikap ramah dengan senyum yang nggak terlupakan. Dan hatiku merindukannya, gimana pun dan dengan atau tanpa alasan apa pun.
9 Maret, terakhir kali aku ketemu dia ‘di tempat biasa’, tapi bukan dalam kondisi yang ‘biasa’, seenggaknya untuk saat itu aku ngrasa hal itu biasa aja. Dia lagi nggak pakai pakaian seragamnya, nggak dengan sigapnya bermain sama mesin kasir dan scanner barcode, nggak ngajuin pertanyaan ‘ada member, Mba?’ atau ngomong ‘ terima kasih’ waktu ngasih kembalian.
9 Maret siang sekitar jam satu. Aku tiba di depan tempat itu. Sebelum masuk, aku menoleh ke kiri. Seorang laki-laki mengenakan jaket (tapi aku lupa jaket biasa atau jaket jeans) ada di atas motornya dengan menggunakan helm yang tertutup. Aku sempat berusaha ngliat ke dalam helm itu, siapa dia. Tapi perhatianku teralihkan dengan seorang yang aku tahu banget (meskipun aku dan orang ini nggak saling kenal juga), bekerja di tempat itu juga dan disukai teman yang satu kos sama aku, lagi naik ke motornya sendiri untuk keluar dari tempat parkir itu. Aku ngerasa ada sosok si Dia di sana, tapi aku nggak nglihat dia di mana-mana. Bahkan di dalam market pun, aku nggak lihat. Aku pikir mungkin hari itu dia lagi nggak ambil giliran kerja.
Dari pintu keluar, aku masih nglihat dua orang itu. Kali ini, mereka berada di depan pos satpam. Karena dua orang ini sama-sama pakai jaket (atau apa pun itu) dengan warna yang mirip, aku pikir laki-laki yang paling depan adalah Mas G***** yang disukai temanku. Aku sama sekali nggak sadar bahwa laki-laki yang ada di depan sendiri, sedang bercanda gurau dengan satu perempaun yang kebetulan mau ke market, adalah si Dia. Aku kaget waktu dia menoleh ke belakang, lebih tepatnya ke teman di belakangnya itu. Dan saat itu juga aku ada di sebelah kanan temannya. Ya, dia sempat melihatku, dan karena aku takut dia nangkep rasa kaget sekaligus senang dari mataku, aku langsung mengalihkan pandangan dan tetap berjalan tenang. Poker face.
Setelah tiga langkah aku di depan mereka, dia dan temannya pun pergi. Aku yang posisinya mau nyebrang, nggak bisa nyebrang. Ya karena aku sibuk nglihat kepergiannya itu. Setelah dirasa dia udah terlalu jauh untuk dipandangi terus, aku barulah nyebrang.
Dan aku sama sekali nggak nyangka, setelah hari itu, begitu susah aku ngelihat dia lagi. Minggu pertama setelah hari itu, aku ke sana beberapa kali. Bahkan sampai minggu ini, aku berharap bisa ketemu dia lagi dan masih sering bolak-balik ke sana. Tapi aku nggak pernah sekalipun merasa ada dia di sana.
Dan satu yang aku sadari, aku begitu mengaguminya (baca : menyukainya).

0 comment:

Post a Comment

Powered by Blogger.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Online Project management