Tuesday, March 13, 2018

Maze Traveler (Penjelajah Labirin) - Labirin Pohon III

Bagian 3
Labirin Pohon (III)

“Aku rasa kita harus berhenti sekarang,” pintaku pada Marv. “Mari berhenti dan bicarakan.”
“Bicarakan? Tidak biasanya kamu ingin berbicara. Ada apa?” katanya, berbalik padaku.

Aku mencoba mengatur nafasku perlahan, dan sejenak menghilangkan kelelahan yang kurasa karena terlalu lama berjalan. Aku duduk di bebatuan di pinggiran sebuah tanah lapang. Marv, masih berdiri di hadapanku, menatapku dan menungguku berbicara. Kubalas tatapannya, dan aku mulai berbicara.

“Bagaimana mungkin aku berdiam diri membisu dan hanya mengekor kemanapun kau pergi, sedangkan arah yang kau pilih selalu menuju ke tempat yang sama? Kau pikir sudah berapa kali kita melewati lorong yang sama dan berujung pada tempat lapang ini? Kita tersesat, sadarkah kau?” Tak ada respon darinya. Dia masih diam, seolah masih menungguku untuk berbicara lagi.

“Jangan-jangan kau sengaja?” tanyaku curiga. Dia mulai bersiap untuk protes. “Mungkin dari awal kau tidak ingin membantuku, kau hanya ingin mempermainkanku, iya kan? Kenapa? Bodohnya aku, aku bahkan tak benar-benar mengenalmu, tapi aku percaya begitu saja. Dari awal harusnya aku sendirian. Aku yakin kau akan menghilang jika sudah bosan mempermainkanku,” celotehku. “Aku benar-benar tak mengerti, tempat apa ini sebenarnya? Siapa dirimu? Siapa mereka? Datang dan pergi silih berganti. Aku merasa begitu dipermainkan, tapi aku tak yakin lagi, apakah kau atau ada sesuatu yang lain yang sedang mempermainkanku.” Aku menghela nafas dengan rasa dan pikiran yang campur aduk. "Kau... pasti tahu sesuatu, kan?" tanyaku sambil memicingkan mata, curiga.

Marv pun bertanya, “Kenapa baru kau pikirkan sekarang? Kenapa pula baru kau pertanyakan semuanya? Aku yakin pertanyaan itu sudah tertimbun lama dalam pikiranmu, kan?” Tepat sekali. Tak bisa dipungkiri memang, dari awal aku berada dalam kebingungan karena tak menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaanku. Aku kira seiring berjalannya waktu, aku akan menemukan jawabannya.

“Tidak semua hal akan terjawab oleh waktu. Tidak semua pertanyaan dan persoalan akan terselesaikan begitu saja dengan hanya menunggu dalam diam,” ucapnya tiba-tiba, seolah sedang membaca pikiranku. “Waktu mungkin akan mampu menjawabnya, tapi tetap saja semua tergantung pada usaha yang kau lakukan.”

Aku menatapnya lekat, antara ingin mempercayainya tetapi tetap mewaspadainya. "Jadi, kau tahu sesuatu atau tidak?" Dia hanya diam, enggan menjawab. “Sebenarnya kau… orang baik atau jahat?” Dia masih diam. Lalu beberapa saat kemudian, dengan tersenyum kecut dia menjawab, “Kedua-duanya.”

Aku menghela nafas lagi, dan berusaha bersikap tenang. 
“Lalu kapan saat kau menjadi orang baik?”
“Saat aku bersamamu, menemani dan menjagamu.”
“Dan kapan saat kau menjadi jahat?”
“Di waktu aku harus benar-benar meninggalkanmu.”

Entah mengapa aku mengerti jawaban dan ekspresinya itu. Dia berkata jujur. Aku tak ingin tahu apakah dia benar-benar tersesat atau sengaja menahanku dari sesuatu yang buruk yang akan terjadi jika kita memilih jalan lorong yang lain. Aku tak terlalu yakin, mungkin dia ingin aku menghindari orang-orang semacam Kris dan Hak. Tetapi jika aku terus seperti ini, aku tak akan pernah keluar dari labirin pohon.

Kuputuskan untuk mempercayainya lagi. Namun, aku tetap memilih perjalananku sendiri. Akan lebih baik aku yang meninggalkannya ketika dia menjadi orang baik. Akan lebih baik aku tak melihatnya berubah menjadi orang jahat, orang yang meninggalkanku. Aku beranjak dari bebatuan tempatku duduk. Kembali melanjutkan perjalanan labirin ini, sendiri.

0 comment:

Post a Comment

Powered by Blogger.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Online Project management