A Trip to the Past (
I n D )
Tahun 2011
setelah aku berpisah dengan L dan memasuki masa-masa kuliah, aku melakukan dua
kesalahan yang fatal menurutku. Bahkan salah satunya membuatku merasa menyesal
seumur hidup.
Bulan 24 Juli
2011, aku bertemu dengan I dalam suatu acara kelurahan di desaku. I adalah
teman masa kecilku waktu aku masih TK. Dia seumuran denganku, tapi aku lebih
dulu masuk SD. Lalu, sejak kita memasuki sekolah dasar yang berbeda, aku tidak
seakrab dulu lagi. Bahkan semakin dewasa, semakin sulit untuk kita berinteraksi
seperti dulu. Tiap tahunnya aku memang bertemu dengannya saat bulan Ramadhan di
masjid, tapi aku tidak pernah berbicara dengannya selama bertahun-tahun. Dan
tanggal itu, pertama kalinya aku menjalin komunikasi dengannya.
Bulan Agustus,
tepat ketika bulan Ramadhan datang, aku pun sering bertemu dengannya saat
shalat tarawih dan shalat shubuh. Terkadang dia mengantarku pulang sampai ke
depan rumah, karena jarak masjid dengan rumahku cukup jauh, meskipun
berkali-kali aku berusaha menolak. Terkadang, kita juga jalan-jalan pagi
setelah shalat shubuh di masjid.
Tepat ketika
hari berganti menjadi hari raya Idul Fitri, tepat ketika aku berulang tahun,
sekitar pukul 00.15 dia menelpon. Dia menyatakan perasaannya untuk kesekian
kalinya. Dan sampai hari di mana aku harus kembali ke Jogja, aku tidak sempat
untuk menemuinya. Aku mengecewakannya, mengecewakan rencana kejutannya untukku.
Dia sempat marah karena aku tidak memberitahunya jam berapa aku berangkat,
sehingga membuat gagal rencananya. Tapi setelah itu, justru kita memastikan
hubungan kedekatan kita dan jadilah kita sebagai sepasang kekasih.
Terlihat
sepintas, cerita yang membahagiakan. Tapi, kesedihanku datang setelah aku
tinggal di Jogja. Dia yang terlalu romantis, tapi protektif dan posesif
membuatku merasa tercekik. Dia tahu bahwa aku masih memiliki perasaan untuk L,
bahkan dari awal dia berusaha mendekatiku, dan dia tidak mempermasalahkannya.
Justru dia mengatakan akan merubah hatiku dan membuat aku berpaling seutuhnya
dari L. Tapi, bagaimana mungkin aku mampu berpaling dengan sikapnya yang
protektif, posesif, dan memiliki emosi yang lebih labil daripada aku. Untuk
sesaat aku masih bisa bertahan, tapi setelah dia meminta kiss on the lip, aku tidak bisa menahan diri lagi untuk tidak
mengakhirinya. Selama satu minggu aku mendiamkannya. Aku tidak membalas sms
atau teleponnya. Dan pada akhirnya, hubungan kita pun berakhir ketika aku masih
di Jogja.
Aku tidak tahu
bagian mana yang seharusnya atau ingin aku perbaiki. Semuanya terasa salah,
tapi aku pun tidak ingin menyalahkan pertemuan kita. Aku memang menyukainya dan
aku berharap banyak darinya. Tapi justru itu yang membuatku sangat kecewa.
Benar-benar
sangat egois aku saat itu. Aku tidak memikirkan bagaimana perasaannya. Aku terlalu
penuh akan diriku. Aku tidak melihat kemungkinan-kemungkinan lain yang membuat
semua kejadian itu menjadi salah. Aku tidak membiarkan diriku memberi kesempatan
untuk lebih tahu kehidupan I yang sebenarnya, kehidupan SMA nya saat itu dan
kehidupannya setelah ayahnya meninggal. Mungkin saja dia terpengaruh
lingkungannya yang dikelilingi teman-teman yang berandal, membuatnya belum bisa
berpikir mana yang benar dan salah. Mungkin sebenarnya Tuhan mempertemukanku
lagi saat itu, bukan saat yang lain, dengan maksud agar aku dapat membantunya
untuk lebih dewasa dalam menyikapi banyak hal.
Tapi aku
justru lari dan meninggalkannya. Bahkan, seolah aku melampiaskan amarah karena apa
yang dilakukan L dulu, dengan melakukan hal yang sama pada I, dengan bersikap
dingin padanya. Benar-benar jahat. Aku memang terluka dengan apa yang dia minta
karena itu menyangkut prinsipku. Tapi bukan berarti aku harus membalas luka
dengan luka. Sampai kini aku masih menyesalinya dan berandai untuk kembali ke
masa lalu agar aku bisa memperbaikinya. Tentu saja mustahil. Karena itu, sampai
sekarang, aku ingin bertemu dengannya dan meminta maaf. Tapi aku belum juga
diberi-Nya kesempatan untuk bertemu secara personal dengan I.
Belum selesai
sampai di situ, lagi-lagi aku melakukan kesalahan. Memang, manusia tempatnya
salah. Hal yang sangat aku sesali hingga kini adalah mengenal seorang laki-laki
berinisial D. Tidak, mengenalnya bukan suatu kesalahan tentu saja, tapi jatuh
ke tangannya lah kesalahan besar. Kali itu, aku benar-benar merasakan seperti
seorang bidadari yang dipuja dan dibumbungkan setinggi mungkin. Lalu tiba-tiba
tanpa suatu sebab yang jelas, sayap bidadari ini dicabut dan aku dilemparkan ke
tanah. Dia yang penuh cara mampu mengecoh pikiran dan perhatianku seketika.
Dengan rajinnya dia ‘menyerangku’ dengan kebaikan, perhatian, dan
kehangatannya. Dia melakukan hal-hal yang cukup romantis untuk menunjukkan
perasaannya padaku. Dia beberapa hal yang belum pernah dilakukan laki-laki lain
dalam menunjukkan perasaan sukanya. Namun, pada akhirnya dia melepasku begitu
saja tepat setelah dia menyatakan perasaannya padaku.
Aku tidak
dendam padanya. Tapi aku ragu bahwa aku tidak membencinya. Ketika aku mengingatnya,
hanya ada rasa kesal dan marah. Tapi tetap saja ada perasaan yang aneh. Aku
memang sangat kesal dan marah, tapi entah mengapa aku tidak bisa benar-benar
membencinya. Bukan karena aku mencintainya atau hal-hal semacam itu. Mungkin
aku hanya tidak bisa menerima apa yang dia lakukan. Aku yakin dia tipe
laki-laki yang setia ketika dia sudah berkomitmen, tapi kenapa dia malah
mempermainkan perasaanku.
Aku masih
sakit hati, tapi aku sangat yakin aku tidak memiliki perasaan apapun padanya
setelah apa yang dia lakukan. Selama hampir satu tahun, aku mencoba untuk tetap
berteman dengannya meskipun lewat sms. Tapi dia tidak pernah mau
mempedulikannya. Dan datanglah hari di mana dia mengatakan untuk tidak
mengharapkannya lagi dan melupakan apa yang pernah dia sampaikan satu tahun
sebelumnya. Tersontak aku membaca sms itu. Amarahku justru makin memuncak.
Selama ini dia berpikir aku mengharapkannya?! Dia pikir aku bergantung pada
kata-kata sukanya dulu?! Dia pikir aku bodoh!? Sekali pandang, aku pun paham
dia tidak menyukaiku lagi dan lebih menyukai teman sekelasnya. Selama ini aku
menahan rasa sakit hati untuk terus berinteraksi dengannya agar aku tidak
memutus pertemanan, tapi ternyata itu yang dia pikir. Aku merasa apa yang aku
lakukan sia-sia. Dan penyesalanku pun makin tumbuh. Aku MENYESAL pernah
berpikir untuk mencintai dia sepenuh hati! Aku menyesal tetap berusaha berbaik
hati padanya setelah apa yang dia perbuat. Aku menyesal mengenalnya, bahkan
sampai sekarang, dan mungkin selamanya. Tidak ada yang ingin ku perbaiki di
masa itu, karena pada dasarnya aku hanya tidak ingin dan tidak seharusnya
mengenal dia!
Tapi karena
jalan hidupku adalah telah mengenalnya, maka aku pun harus membawa kenangan
buruk itu. Entah kapan aku dapat tersenyum mengingat hal menyebalkan itu. Aku
hanya bisa sabar dan berusaha menganggapnya angin lalu. Mungkin itu pun terjadi
karena aku telah menyakiti orang lain sebelumnya, sehingga aku pun disakiti. Namun,
begitulah hidup. Hal yang mustahil untuk kita terhindar sepenuhnya dari
menyakiti dan disakiti.
Mas R dan I,
aku benar-benar ingin meminta maaf pada mereka sekalipun mereka sudah
melupakanku. Dan juga beberapa orang lain yang sempat bersusah payah
mendekatiku, tapi aku malah membuat mereka sakit hati karena aku tidak memiiki
perasaan yang sama dengan mereka.
Aku tidak tahu
apakah kisahku sekarang akan berbeda ataukah tetap sama jika aku diberi
kesempatan untuk memperbaiki salah satu dari semua kejadian-kejadian itu. Tapi
yang pasti, aku bahagia dan sangat berterima kasih untuk-Nya karena telah
menghadirkan mereka-mereka dalam hidupku. Memberiku pelajaran dan pengalaman
berharga. Dan memberiku kenangan yang akan terus kusimpan hingga kelak aku
dapat tersenyum puas dan bahagia saat mengingat tiap detail kejadiannya.
The End ???
0 comment:
Post a Comment