A Trip to the Past (
R n R )
Pernahkah kamu
membayangkan atau berharap untuk kembali ke masa lalu kemudian memperbaiki
sesuatu yang sudah kamu perbuat kepada seseorang?
Ya, aku orang
yang pernah beberapa kali mengharapkannya. Bukan berarti aku selalu memandang
ke belakang, dan tidak bisa melangkah maju. Aku hanya tiba-tiba memikirkannya,
hal-hal yang membuat masa-masa remajaku tidak seindah teman-temanku yang lain
jika sudah menyangkut masalah perasaan antara lawan jenis.
Seandainya aku
dapat kembali ke umur 13 tahun, mungkin aku akan memilih tanggal 9 Agustus
2006, karena seingatku saat itu aku mengambil keputusan yang salah untuk hari
ulang tahun seseorang yang istimewa pada tanggal 10 Agustus. Sebut saja dia R. Entah
kenapa, hubungan yang diberi label ‘pacar’ itu membuatku berpikir bahwa aku
harus memberinya hadiah ulang tahun. Hanya saja aku sama sekali tidak
berpengalaman dalam hal itu dan pada akhirnya berakhir pada selesainya label
‘pacar’. Satu hal yang ingin aku perbaiki adalah seharusnya aku bersikap jujur
dan apa adanya. Mungkin aku akan mengatakan bahwa aku tidak bisa memberinya
hadiah karena selain tabunganku yang sangat minim, aku pun tidak tahu aku harus
memberi hadiah apa untuknya. Lalu mungkin aku juga akan lebih menyarankan untuk
menghabiskan waktu bersama karena semenjak kita ‘berlabel’, masih terbentang
jarak di antara aku dan dia. Bahkan untuk bertemu dengannya saja aku malu,
lebih malu ketika aku menemuinya sebagai teman. Tentu saja hal kedua ini tidak
pernah terlintas, karena aku mengharapkannya atau memikirkannya di waktu ini,
waktu di mana aku bisa lebih dewasa dari masa remajaku itu. Dan aku yang
sekarang, tidak pernah berpikir untuk selalu memberi hadiah kepada orang yang
istimewa tiap tahunnya. Menurutku, kebersamaan dan doa yang tulus adalah hadiah
ulang tahun yang tidak tergantikan. :)
Ah betapa
konyolnya masa-masa itu. Dan kekonyolanku masih saja berlanjut setelah aku
menginjak umur 14 dan 15 tahun. Beberapa bulan setelah berakhir dengan R, aku
bertemu dengan T. #ehem, dia cinta pertamaku dan lebih muda satu tahun dariku.
Tapi aku juga bertemu dengan senior yang gencar mendekatiku apalagi setelah
tahu aku tidak lagi dengan R. Panggil saja dia dengan sebutan Mas R.
Mas R. sama
sekali bukan orang yang istimewa. Kebalikannya, justru aku membencinya. Bahasa
gaulnya, ilfil atau ilang feeling,
meskipun dari awal memang tidak ada feeling
apa pun. Tapi aku benar-benar kehilangan respect untuk senior satu ini. Terlalu memperlihatkan kalau dia
sangat menginginkankku dan itu membuatku malu karena tingkah-tingkahnya. Bahkan
melihatnya saja membuatku lelah. Tapi dasar bandel, Mas R malah mengatakan
perasaannya dengan sebuah puisi dan di depan teman-temanku ketika class meeting*. Tentu saja ketika
ditanya pertanyaan yang bisa ditebak, jawabanku tidak. Beberapa saat setelah
kejadian itu, aku pun tahu bahwa aku menjadi bahan taruhannya dengan Mas I,
orang yang aku kagumi, dan aku makin membenci Mas R. Entah aku kalap atau apa,
tiap bertemu Mas R, aku tidak pernah lagi ramah dan sangat jutek, dan dengan
beraninya aku pernah spontan membentaknya. Dan aku pun masih ingat bagaimana
takutnya aku ketika tiap kali melewati kelasnya. Aku tidak ingin bertemu dengan
dia saat itu.
Aku sungguh
tidak berperasaan. Aku ingin kembali ke masa itu untuk memperbaiki kelakuanku.
Apa pun alasannya, aku bisa melihat bahwa perasaan dia sebenarnya nyata, bukan
hanya sekedar karena taruhan. Seharusnya aku berkata,” Aku benar-benar makasih
banget sama perasaan Mas. Aku menghargai banget semua usaha-usaha kamu, Mas. Aku
salut kok, Mas mau nyatain perasaan ke aku. Apa lagi di depan banyak orang
gini, pasti malu banget kan. Mas juga gigih banget ndeketin aku. Tapi kamu ngga
perlu nglanjutin usahamu itu, Mas. Aku suka sama orang lain dan aku nggak mau
buat kamu makin sakit hati karena kasih kamu harapan” atau kalimat semacam
itulah. Aku benar-benar tidak bisa berpikir jernih dan tidak bisa menjaga
perasaannya. Aku merasa aku menjadi anak perempuan yang kejam, menghancurkan
perasaan orang lain. Aku membiarkan rasa benciku menyelimutiku, sehingga aku
tidak bisa mengontrol sikapku. Dan semuanya sudah terlambat. Aku tidak pernah
bertemu dengannya lagi setelah dia lulus. Aku berharap bertemu dia satu kali
untuk meminta maaf. Dan semenjak aku menyadari kesalahanku itu, aku tidak
pernah membiarkan diriku terlalu membenci orang lain. Aku selalu berusaha
mencari atau berpikir hal-hal baik mereka agar aku dapat menahan atau
menghilangkan kebencianku.
To
be continued…
*class meeting
= acara di sekolahku dulu di mana pelajaran ditiadakan karena ada acara lain
seperti perlombaan antarkelas, atau acara ulang tahun sekolah.
0 comment:
Post a Comment