Sunday, March 09, 2014

A Trip to the Past V


A Trip to the Past ( I n D )
Tahun 2011 setelah aku berpisah dengan L dan memasuki masa-masa kuliah, aku melakukan dua kesalahan yang fatal menurutku. Bahkan salah satunya membuatku merasa menyesal seumur hidup.
Bulan 24 Juli 2011, aku bertemu dengan I dalam suatu acara kelurahan di desaku. I adalah teman masa kecilku waktu aku masih TK. Dia seumuran denganku, tapi aku lebih dulu masuk SD. Lalu, sejak kita memasuki sekolah dasar yang berbeda, aku tidak seakrab dulu lagi. Bahkan semakin dewasa, semakin sulit untuk kita berinteraksi seperti dulu. Tiap tahunnya aku memang bertemu dengannya saat bulan Ramadhan di masjid, tapi aku tidak pernah berbicara dengannya selama bertahun-tahun. Dan tanggal itu, pertama kalinya aku menjalin komunikasi dengannya.
Bulan Agustus, tepat ketika bulan Ramadhan datang, aku pun sering bertemu dengannya saat shalat tarawih dan shalat shubuh. Terkadang dia mengantarku pulang sampai ke depan rumah, karena jarak masjid dengan rumahku cukup jauh, meskipun berkali-kali aku berusaha menolak. Terkadang, kita juga jalan-jalan pagi setelah shalat shubuh di masjid.
Tepat ketika hari berganti menjadi hari raya Idul Fitri, tepat ketika aku berulang tahun, sekitar pukul 00.15 dia menelpon. Dia menyatakan perasaannya untuk kesekian kalinya. Dan sampai hari di mana aku harus kembali ke Jogja, aku tidak sempat untuk menemuinya. Aku mengecewakannya, mengecewakan rencana kejutannya untukku. Dia sempat marah karena aku tidak memberitahunya jam berapa aku berangkat, sehingga membuat gagal rencananya. Tapi setelah itu, justru kita memastikan hubungan kedekatan kita dan jadilah kita sebagai sepasang kekasih.
Terlihat sepintas, cerita yang membahagiakan. Tapi, kesedihanku datang setelah aku tinggal di Jogja. Dia yang terlalu romantis, tapi protektif dan posesif membuatku merasa tercekik. Dia tahu bahwa aku masih memiliki perasaan untuk L, bahkan dari awal dia berusaha mendekatiku, dan dia tidak mempermasalahkannya. Justru dia mengatakan akan merubah hatiku dan membuat aku berpaling seutuhnya dari L. Tapi, bagaimana mungkin aku mampu berpaling dengan sikapnya yang protektif, posesif, dan memiliki emosi yang lebih labil daripada aku. Untuk sesaat aku masih bisa bertahan, tapi setelah dia meminta kiss on the lip, aku tidak bisa menahan diri lagi untuk tidak mengakhirinya. Selama satu minggu aku mendiamkannya. Aku tidak membalas sms atau teleponnya. Dan pada akhirnya, hubungan kita pun berakhir ketika aku masih di Jogja.
Aku tidak tahu bagian mana yang seharusnya atau ingin aku perbaiki. Semuanya terasa salah, tapi aku pun tidak ingin menyalahkan pertemuan kita. Aku memang menyukainya dan aku berharap banyak darinya. Tapi justru itu yang membuatku sangat kecewa.
Benar-benar sangat egois aku saat itu. Aku tidak memikirkan bagaimana perasaannya. Aku terlalu penuh akan diriku. Aku tidak melihat kemungkinan-kemungkinan lain yang membuat semua kejadian itu menjadi salah. Aku tidak membiarkan diriku memberi kesempatan untuk lebih tahu kehidupan I yang sebenarnya, kehidupan SMA nya saat itu dan kehidupannya setelah ayahnya meninggal. Mungkin saja dia terpengaruh lingkungannya yang dikelilingi teman-teman yang berandal, membuatnya belum bisa berpikir mana yang benar dan salah. Mungkin sebenarnya Tuhan mempertemukanku lagi saat itu, bukan saat yang lain, dengan maksud agar aku dapat membantunya untuk lebih dewasa dalam menyikapi banyak hal.
Tapi aku justru lari dan meninggalkannya. Bahkan, seolah aku melampiaskan amarah karena apa yang dilakukan L dulu, dengan melakukan hal yang sama pada I, dengan bersikap dingin padanya. Benar-benar jahat. Aku memang terluka dengan apa yang dia minta karena itu menyangkut prinsipku. Tapi bukan berarti aku harus membalas luka dengan luka. Sampai kini aku masih menyesalinya dan berandai untuk kembali ke masa lalu agar aku bisa memperbaikinya. Tentu saja mustahil. Karena itu, sampai sekarang, aku ingin bertemu dengannya dan meminta maaf. Tapi aku belum juga diberi-Nya kesempatan untuk bertemu secara personal dengan I.
Belum selesai sampai di situ, lagi-lagi aku melakukan kesalahan. Memang, manusia tempatnya salah. Hal yang sangat aku sesali hingga kini adalah mengenal seorang laki-laki berinisial D. Tidak, mengenalnya bukan suatu kesalahan tentu saja, tapi jatuh ke tangannya lah kesalahan besar. Kali itu, aku benar-benar merasakan seperti seorang bidadari yang dipuja dan dibumbungkan setinggi mungkin. Lalu tiba-tiba tanpa suatu sebab yang jelas, sayap bidadari ini dicabut dan aku dilemparkan ke tanah. Dia yang penuh cara mampu mengecoh pikiran dan perhatianku seketika. Dengan rajinnya dia ‘menyerangku’ dengan kebaikan, perhatian, dan kehangatannya. Dia melakukan hal-hal yang cukup romantis untuk menunjukkan perasaannya padaku. Dia beberapa hal yang belum pernah dilakukan laki-laki lain dalam menunjukkan perasaan sukanya. Namun, pada akhirnya dia melepasku begitu saja tepat setelah dia menyatakan perasaannya padaku.
Aku tidak dendam padanya. Tapi aku ragu bahwa aku tidak membencinya. Ketika aku mengingatnya, hanya ada rasa kesal dan marah. Tapi tetap saja ada perasaan yang aneh. Aku memang sangat kesal dan marah, tapi entah mengapa aku tidak bisa benar-benar membencinya. Bukan karena aku mencintainya atau hal-hal semacam itu. Mungkin aku hanya tidak bisa menerima apa yang dia lakukan. Aku yakin dia tipe laki-laki yang setia ketika dia sudah berkomitmen, tapi kenapa dia malah mempermainkan perasaanku.
Aku masih sakit hati, tapi aku sangat yakin aku tidak memiliki perasaan apapun padanya setelah apa yang dia lakukan. Selama hampir satu tahun, aku mencoba untuk tetap berteman dengannya meskipun lewat sms. Tapi dia tidak pernah mau mempedulikannya. Dan datanglah hari di mana dia mengatakan untuk tidak mengharapkannya lagi dan melupakan apa yang pernah dia sampaikan satu tahun sebelumnya. Tersontak aku membaca sms itu. Amarahku justru makin memuncak. Selama ini dia berpikir aku mengharapkannya?! Dia pikir aku bergantung pada kata-kata sukanya dulu?! Dia pikir aku bodoh!? Sekali pandang, aku pun paham dia tidak menyukaiku lagi dan lebih menyukai teman sekelasnya. Selama ini aku menahan rasa sakit hati untuk terus berinteraksi dengannya agar aku tidak memutus pertemanan, tapi ternyata itu yang dia pikir. Aku merasa apa yang aku lakukan sia-sia. Dan penyesalanku pun makin tumbuh. Aku MENYESAL pernah berpikir untuk mencintai dia sepenuh hati! Aku menyesal tetap berusaha berbaik hati padanya setelah apa yang dia perbuat. Aku menyesal mengenalnya, bahkan sampai sekarang, dan mungkin selamanya. Tidak ada yang ingin ku perbaiki di masa itu, karena pada dasarnya aku hanya tidak ingin dan tidak seharusnya mengenal dia!
Tapi karena jalan hidupku adalah telah mengenalnya, maka aku pun harus membawa kenangan buruk itu. Entah kapan aku dapat tersenyum mengingat hal menyebalkan itu. Aku hanya bisa sabar dan berusaha menganggapnya angin lalu. Mungkin itu pun terjadi karena aku telah menyakiti orang lain sebelumnya, sehingga aku pun disakiti. Namun, begitulah hidup. Hal yang mustahil untuk kita terhindar sepenuhnya dari menyakiti dan disakiti.
Mas R dan I, aku benar-benar ingin meminta maaf pada mereka sekalipun mereka sudah melupakanku. Dan juga beberapa orang lain yang sempat bersusah payah mendekatiku, tapi aku malah membuat mereka sakit hati karena aku tidak memiiki perasaan yang sama dengan mereka.
Aku tidak tahu apakah kisahku sekarang akan berbeda ataukah tetap sama jika aku diberi kesempatan untuk memperbaiki salah satu dari semua kejadian-kejadian itu. Tapi yang pasti, aku bahagia dan sangat berterima kasih untuk-Nya karena telah menghadirkan mereka-mereka dalam hidupku. Memberiku pelajaran dan pengalaman berharga. Dan memberiku kenangan yang akan terus kusimpan hingga kelak aku dapat tersenyum puas dan bahagia saat mengingat tiap detail kejadiannya.
The End ???

0 comment:

Post a Comment

Powered by Blogger.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Online Project management