Wednesday, March 05, 2014

A Trip to the Past I


A Trip to the Past ( R n R )
Pernahkah kamu membayangkan atau berharap untuk kembali ke masa lalu kemudian memperbaiki sesuatu yang sudah kamu perbuat kepada seseorang?
Ya, aku orang yang pernah beberapa kali mengharapkannya. Bukan berarti aku selalu memandang ke belakang, dan tidak bisa melangkah maju. Aku hanya tiba-tiba memikirkannya, hal-hal yang membuat masa-masa remajaku tidak seindah teman-temanku yang lain jika sudah menyangkut masalah perasaan antara lawan jenis.
Seandainya aku dapat kembali ke umur 13 tahun, mungkin aku akan memilih tanggal 9 Agustus 2006, karena seingatku saat itu aku mengambil keputusan yang salah untuk hari ulang tahun seseorang yang istimewa pada tanggal 10 Agustus. Sebut saja dia R. Entah kenapa, hubungan yang diberi label ‘pacar’ itu membuatku berpikir bahwa aku harus memberinya hadiah ulang tahun. Hanya saja aku sama sekali tidak berpengalaman dalam hal itu dan pada akhirnya berakhir pada selesainya label ‘pacar’. Satu hal yang ingin aku perbaiki adalah seharusnya aku bersikap jujur dan apa adanya. Mungkin aku akan mengatakan bahwa aku tidak bisa memberinya hadiah karena selain tabunganku yang sangat minim, aku pun tidak tahu aku harus memberi hadiah apa untuknya. Lalu mungkin aku juga akan lebih menyarankan untuk menghabiskan waktu bersama karena semenjak kita ‘berlabel’, masih terbentang jarak di antara aku dan dia. Bahkan untuk bertemu dengannya saja aku malu, lebih malu ketika aku menemuinya sebagai teman. Tentu saja hal kedua ini tidak pernah terlintas, karena aku mengharapkannya atau memikirkannya di waktu ini, waktu di mana aku bisa lebih dewasa dari masa remajaku itu. Dan aku yang sekarang, tidak pernah berpikir untuk selalu memberi hadiah kepada orang yang istimewa tiap tahunnya. Menurutku, kebersamaan dan doa yang tulus adalah hadiah ulang tahun yang tidak tergantikan. :)
Ah betapa konyolnya masa-masa itu. Dan kekonyolanku masih saja berlanjut setelah aku menginjak umur 14 dan 15 tahun. Beberapa bulan setelah berakhir dengan R, aku bertemu dengan T. #ehem, dia cinta pertamaku dan lebih muda satu tahun dariku. Tapi aku juga bertemu dengan senior yang gencar mendekatiku apalagi setelah tahu aku tidak lagi dengan R. Panggil saja dia dengan sebutan Mas R.
Mas R. sama sekali bukan orang yang istimewa. Kebalikannya, justru aku membencinya. Bahasa gaulnya, ilfil atau ilang feeling, meskipun dari awal memang tidak ada feeling apa pun. Tapi aku benar-benar kehilangan respect untuk senior satu ini. Terlalu memperlihatkan kalau dia sangat menginginkankku dan itu membuatku malu karena tingkah-tingkahnya. Bahkan melihatnya saja membuatku lelah. Tapi dasar bandel, Mas R malah mengatakan perasaannya dengan sebuah puisi dan di depan teman-temanku ketika class meeting*. Tentu saja ketika ditanya pertanyaan yang bisa ditebak, jawabanku tidak. Beberapa saat setelah kejadian itu, aku pun tahu bahwa aku menjadi bahan taruhannya dengan Mas I, orang yang aku kagumi, dan aku makin membenci Mas R. Entah aku kalap atau apa, tiap bertemu Mas R, aku tidak pernah lagi ramah dan sangat jutek, dan dengan beraninya aku pernah spontan membentaknya. Dan aku pun masih ingat bagaimana takutnya aku ketika tiap kali melewati kelasnya. Aku tidak ingin bertemu dengan dia saat itu.
Aku sungguh tidak berperasaan. Aku ingin kembali ke masa itu untuk memperbaiki kelakuanku. Apa pun alasannya, aku bisa melihat bahwa perasaan dia sebenarnya nyata, bukan hanya sekedar karena taruhan. Seharusnya aku berkata,” Aku benar-benar makasih banget sama perasaan Mas. Aku menghargai banget semua usaha-usaha kamu, Mas. Aku salut kok, Mas mau nyatain perasaan ke aku. Apa lagi di depan banyak orang gini, pasti malu banget kan. Mas juga gigih banget ndeketin aku. Tapi kamu ngga perlu nglanjutin usahamu itu, Mas. Aku suka sama orang lain dan aku nggak mau buat kamu makin sakit hati karena kasih kamu harapan” atau kalimat semacam itulah. Aku benar-benar tidak bisa berpikir jernih dan tidak bisa menjaga perasaannya. Aku merasa aku menjadi anak perempuan yang kejam, menghancurkan perasaan orang lain. Aku membiarkan rasa benciku menyelimutiku, sehingga aku tidak bisa mengontrol sikapku. Dan semuanya sudah terlambat. Aku tidak pernah bertemu dengannya lagi setelah dia lulus. Aku berharap bertemu dia satu kali untuk meminta maaf. Dan semenjak aku menyadari kesalahanku itu, aku tidak pernah membiarkan diriku terlalu membenci orang lain. Aku selalu berusaha mencari atau berpikir hal-hal baik mereka agar aku dapat menahan atau menghilangkan kebencianku.
To be continued…
*class meeting = acara di sekolahku dulu di mana pelajaran ditiadakan karena ada acara lain seperti perlombaan antarkelas, atau acara ulang tahun sekolah.

0 comment:

Post a Comment

Powered by Blogger.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Online Project management