Pacar Nggak Harus Punya, tapi Suami Harus Ada
Gara-gara ngomong “Pacar kan nggak harus, yang
harus itu suami,” kemarin-kemarin (udah lama banget) ke teman kos, aku jadi
ingin ngobrol tentang itu lebih jauh :D
Aku yakin pasti tetep ada yang kurang setuju
dengan kalimat itu. Tapi siapa peduli? Tulisan ini sendiri cuma buat
mengutarakan opiniku aja. Nggak boleh protes hlo :P
Well, meskipun aku sambil bercanda membalas
kalimat teman “Harus punya, Mba,” waktu itu, tapi aku memang memegang
kata-kataku sendiri. Sekarang aku memilih nggak pacaran daripada cuma buat
main-main, nggak ada pemikiran untuk masa depan. Yang ada malah nambah dosa dan
buang-buang waktu (-_-).
Okelah kalau untuk tempat sharing, curhat,
berbagi cerita suka-duka, nggak apa punya pacar atau pacaran (meskipun sebenarnya
bisa juga kita lakukan hal yang sama ke sahabat atau keluarga). Tapi biasanya
kalau sudah pakai status ‘pacar’ bawaannya harus bareng terus, sms-an terus,
atau telepon terus. Helloooo, orang tua gue juga nggak segitunya kallleee.
Mungkin ada juga yang nggak terus-terusan, tapi tetep aja tiga perempat dari
keseharian atau kesibukan pasti tersita sama si pacar. Dan aku sekarang nggak
bisa stay kalau kayak gitu. Aku lagi
seneng-senengnya dengan kesibukanku sendiri. Entah di organisasi, di kuliah,
ataupun di kos.
Eits, bukan berarti aku nggak pernah pacaran lho
ya. Aku juga pernah pacaran dulu waktu masih labil, waktu masih umur di mana
nggak sebaiknya pacaran (SMP dan SMA). Dan terakhir aku pacaran itu adalah yang
tersingkat yaitu cuma satu bulan. Terjadi ketika aku awal-awal masuk kuliah di
Yogyakarta. Mantanku ini teman masa kecilku. Entah karena aku masih terbawa
labilnya masa-masa SMA atau bagaimana, kita putus bisa dibilang karena aku
terlalu sibuk di Yoyakarta dan kurang perhatian sama si dia yang di Purwokerto.
Ada faktor lain juga sih, tapi bukan di sini tempatnya, beda forum soalnya
(bukan sesi curhat ini).
Masa-masa kuliah ini memang aku lebih sibuk
ternyata daripada masa SMP atau SMA. Dan aku cukup menyenangi itu ternyata
ketimbang pacaran. Well, aku pikir, aku mulai terbiasa tanpa adanya pacar. Iya
sih terkadang merasa kesepian juga. Tapi aku ambil enaknya aja, ambil
positifnya aja.
Pertama, aku nggak harus sms-an sama si dia tiap
hari untuk kasih kabar dan kasih perhatian.
Kedua, aku nggak harus sering-sering diambekin
dan minta maaf karena sering sibuk sendiri.
Ketiga, aku bebas mau ngapain aja sesuka aku
(tapi ya tetep dalam konteks yang benar) dan nggak merasa terkekang
Keempat, nggak perlu pusing-pusing mikirin pacar.
Lha mikirin masalah kuliah dan organisasi aja udah bikin pusing.
Kelima, bebas mau dekat sama siapa aja. Nggak
perlu ada yang cemburu, dan menggunakan kecemburuannya itu untuk membatasi
pertemananku.
Dan ketika aku memikirkan kelima hal tersebut,
aku merasa yeah I’m fine without a boyfriend.
But then, someone will ask me may be,
“Terus gimana entar kalau kamu mau nikah?” Ya gampang. Allah kan udah nyediain
seseorang buat jadi pasangan kita masing-masing. Dia (Allah) punya rencana
indah sendiri kok dan aku cukup mempercayai kalau nanti pasti Allah akan
mempertemukan aku dengan jodohku itu dengan jalan indah-Nya, entah dengan jalan
pacaran atau nggak.
“Impossible ah, masa nggak pacaran dulu sih
sebelum nikah? Nggak ngerti luar dalemnya si pasangan dong ntar?”
Mengerti karakter luar dan dalam itu kan nggak
mesti pacaran dulu. Ada toh malah yang pacaran malah saling menutupi
kepribadian masing-masing terus malah jadi nggak jadi nikah waktu ketahuan
aslinya. Nahlo!
“Terus gimana kamu milih suaminya?”
Yang pasti nggak mungkin dia orang asing. At least dia itu udah jadi temanku.
Sehingga mau disengaja atau pun nggak, pasti tahulah karakternya, meski nggak
keseluruhan. DAN SEIMAN serta BERIMAN yang pasti. Kalau nggak kayak gitu, nggak
mungkin aku akan yakin untuk millih orang itu jadi pasangan hidupku. Mau dibawa
ke mana ntar kalau dia nggak beriman.
Nah tapi untuk beberapa kasus, mungkin ada
seseorang yang udah saking cintanya sama seseorang (mungkin malah udah jadi
pacar), tapi ternyata si doi kalau dilihat dari kacamata agama dia kurang
beriman, ya cobalah gimana caranya merubah itu. Bukan berarti nggak bisa
menerima apa adanya, tapi iman itu adalah yang terpenting. Seandainya dia nggak
bisa berubah, udah tinggal aja lah. #ups, hehe..
Ya begitulah. Santai aja lah buat para jomblowan-jomblowati.
Pacar itu bukan number one kok, yang
penting nantinya kita punya suami, yang Insya Allah adalah yang terbaik untuk
kita. Amiin J
Dan sekali lagi, ini cuma my opinion aja loh.