Yes, I am Falling in Love
( Sisi’s story )
Lalu apa yang selanjutnya terjadi?
Sebelum aku menemuinya, dia telah menghentikanku.
Dia menghentikanku dengan ucapan perpisahan. Ya, dia lebih memilih
meninggalkanku ketika aku telah memutuskan untuk tetap bersamanya. Membaca
pesannya itu membuat hal-hal yang akan aku lakukan dan omongkan bersamanya
tiba-tiba lenyap. Namun, hatiku menjadi tenang dan lega. Aku tidak tahu
mengapa. Yang terpikirkan saat itu adalah aku tidak perlu tersiksa lagi karena
sikapnya yang berubah dingin terhadapku.
Hari itu benar-benar hari teraneh. Aku yang telah
memutuskan untuk terus bersamanya, sedangkan dia menginginkan yang sebaliknya.
Tetapi hatiku terasa begitu lega dia memintanya. Kita berkirim pesan dan sesekali
bercanda saat kita membicarakan untuk mengakhiri hubungan kita. Dan aku
tersenyum menanggapi semua pesan masuknya. Tersenyum, lalu air mata pun keluar
tepat setelah aku berkata padanya bahwa aku tidak menangis. Sepanjang hari itu,
setiap selesai shalat dan berdoa, aku menangis mengingatnya dan aku bahagia
telah dipertemukan dengannya.
Yah, kita pun berpisah tanpa bertatap muka. Satu-dua
bulan setelah hubungan spesial itu berakhir, tidak ada yang berubah. Aku masih
sering menghubunginya. Tiga-empat bulan, dia masih sama seperti dulu, berteman
baik denganku, dan aku sudah mempunyai lagi seorang kekasih. Tetapi hubungan
itu tidak berlangsung lama karena ternyata aku masih saja menyukainya.
Tujuh-delapan bulan, seseorang mulai tertarik denganku dan mendekatiku, begitu
pula dengan dia yang mulai berusaha mendapatkan perempuan yang dia sukai.
Sembilan-sepuluh bulan, waktuku mulai tersita karena kuliah, organisasi, dan
orang yang menyukaiku itu. Aku pun mulai jarang menghubungi dia, tetapi dia
masih cukup sering menghubungiku.
Kemudian aku dihadapkan pada dua pilihan,
mempertahankan atau ‘mengganti arah’. Pilihan antara mempertahankan perasaanku
untuk dia, atau ‘mengganti arah’ perasaanku itu untuk orang yang menyukaiku.
Terlalu pusing dengan itu semua, aku pun tidak memilih kedua-duanya. Aku tidak
mengganti arah perasaan sukaku pada orang lain, juga tidak mempertahankan
perasaan ini untuk si dia. Tidak ada usaha untuk menghapus perasaan ini, tapi
aku juga tidak berusaha untuk terus mempertahankannya. Jika memang perasaan ini
hilang, maka biarlah itu hilang dengan sendirinya, tanpa harus aku berusaha
mati-matian.
Setelah orang yang menyukaiku tidak lagi
menyukaiku, di saat itu pula si dia yang kusukai mulai menjauh dariku. Inilah
hari-hari di mana aku mulai merasa kehilangan. Begitu berbeda rasanya. Sepi dan
rindu. “Biasanya jam segini dia sms aku”, “Tumben hari ini dia nggak ada
kabar”, “Seminggu ini nggak sms-an sama dia”, dan lain-lainnya adalah hal yang
aku pikirkan ketika melihat ke layar handphoneku.
Awalnya aku mulai sering uring-uringan sendiri, tetapi karena adanya kesibukan
lain, aku lebih fokus dengan kesibukan itu. Tetapi ketika jam istirahat datang,
tidak jarang pula dia terlintas dalam benakku dan datang ke mimpiku.
Aku selalu menanti kapan aku dan dia bisa bertemu
lagi. Hati ini tidak pernah lepas dari rasa penasaran akan bagaimana keadaan
dia, sifat dia, suara dia, dan lain-lain. Apakah dia berubah atau masih sama
seperti dulu? Terkadang di perjalanan pulang ke kampung halaman, baik naik
mobil travel, bus, atau kereta, aku pun teringat dengannya dan ingin sesekali
pergi bersamanya dengan kereta atau bus. Masa-masa itu memang masa di mana aku
terlalu banyak memikirkan dia.
Dan lagi-lagi reunilah yang mempertemukan kita.
Hanya saja dia sudah tidak lagi menyukaiku. Terbaca dari sorot matanya dan
sikapnya. Aku tidak terkejut. Dari awal aku memang sudah tahu bahwa dia telah
menghapus semua masa-masa kita ketika bersama. Aku tahu dia tidak akan ingat
lagi, baik tentang kapan kita berawal, kapan kita berakhir, berapa lama kita
bersama, kapan pertama kali kita pergi bersama, kapan pertama kali aku
mengunjungi rumahnya, kapan pertama kali dia membuatku cemas dan menangis, apa
panggilan sayang antara kita, maupun perasaan-perasaan saat kita bersama. Dia
telah melupakan itu semua.
Aku menyadari yang kurasa ini cinta tepat di saat
umurku 19 tahun. Saat itu kita bertemu karena suatu hal. Dan di hari itu juga
adalah hari di mana dia pergi ke tempat lain yang jauh. Mungkin untuk satu-dua
tahun ke depan, bahkan mungkin lebih dari itu, aku tidak bisa bertemu lagi
dengannya.
Saat itu aku benar-benar merasa bahwa itulah
perpisahan yang sesungguhnya. Ketika aku melihatnya berdiri di samping
motornya, aku ingin sekali memberitahunya lewat mata ini bagaimana perasaanku.
Aku ingin menyadarkannya lewat sikapku tentang bagaimana pedulinya aku padanya.
Aku ingin dia mendengar teriakan bahagia, karena bisa bertemu dengannya,
sekaligus jeritan kesedihan, karena aku tidak ada di hatinya. Ketika dia
berpamitan dan mulai menghilang dari pandanganku, aku begitu ingin membisikkan
hatinya bahwa aku telah jatuh jatuh cinta padanya, sejak dua tahun yang lalu,
hanya saja aku tidak tahu saat itu akan sebesar ini perasaanku padanya.
Dia pun pergi, hanya meninggalkan kenangan di hati.
Tetapi sekali lagi, aku bahagia dipertemukan dengannya. Aku membayangkan dia
yang di sana memiliki orang yang dia suka, dan aku tidak mempermasalahkannya
sama sekali. Bukan karena aku bukan siapa-siapa baginya, tapi memang karena
hati ini ikhlas menyayanginya. Aku akan tetap ada ketika dia memang
membutuhkanku. Dengan ini semua, secara tidak langsung, dia membantuku untuk
lebih dewasa dan mengerti cinta tulus yang tidak harus saling memiliki.
~ End ~
0 comment:
Post a Comment