Sunday, September 16, 2012

You are The One, My Aura (EsAura) 2


Esaura

Dimulailah hari-hari mereka tinggal di villa tersebut. Setiap hari, gadis itu selalu bertanya banyak hal termasuk tentang villa itu dan tentang Esa. Tetapi Esa hanya mau menjawab seperlunya saja, tidak mau membuka diri, dan membuka hati. Meskipun sikap Esa terhadapnya dingin, gadis itu mulai merasa bahwa Esa sebenarnya sangat kesepian dan menderita. Hal itu dapat terlihat dari sorot matanya. Si Gadis pun makin penasaran dan ingin tahu lebih banyak lagi tentang kehidupan Esa.
           Suatu pagi, Esa ke lantai atas untuk membangunkan Si Gadis untuk membuatkan sarapan. Esa terkejut karena ruangan-ruangan di lantai atas semua menjadi rapi. Dia pun berpikir sambil mengetuk pintu kamar, “Apa semua ini yang merapikan dia? Hebat juga! Padahal sebelumnya, di sini berantakan sekali. Tapi sejak kapan? Kenapa aku sampai nggak tahu?”
 “Kalau mau jadi patung, jangan di depan pintu dong!” ucap gadis itu sehingga membuat Esa kaget.
“Heh! Tahu nggak sekarang jam berapa? Kamu harusnya masak buat sarapan, malah bangun siang,” kata Esa.
“Woi, bego! Namaku Aura, tahu! Bukan ‘Heh’ ! Iya, ini aku baru mau turun ke dapur buat masak.”
“Eh, nggak penting siapa nama kamu, aku nggak peduli. Namaku juga bukan ‘bego’ ya! Sudah, kamu nggak perlu buat sarapan. Aku sudah telat untuk ke bengkel,” balas Esa sambil berlalu.
“Dasar cowok gila! Tahu begitu, buat apa repot-repot membangunkanku?!” gerutu Aura. Lalu tanpa menoleh ke arah Aura, Esa berteriak sambil menuruni tangga,” Jadi cewek itu seharusnya bangunnya pagi-pagi, tahu! Dasar pemalas!”
“Apa?! Pemalas?! Dia pikir siapa yang merapikan semua tempat di villa ini sampai benar-benar bersih?“ ucap Aura dengan nada kesal.
 Setelah Aura mandi dan sarapan, dia pergi ke kota untuk membeli persediaan makanan. Di mini market, tidak sengaja dia mendengar percakapan dua gadis SMA. Mereka berdua membicarakan tentang Esa dan masa lalunya yang kelam. Mereka membicarakan tentang Esa yang kehilangan keluarga dan neneknya, dicap sebagai anak pembawa sial saat masih kecil, dan lain-lain. Aura merasa kasihan dan dia pun berpikir, “Mungkinkah itu alasan kenapa Esa memilih tinggal di tempat terpencil seperti itu? Dia menganggap bahwa dirinya memang pembawa sial sehingga tak pernah sekali pun dia mencoba membuka hatinya untuk menyayangi dan mencintai orang lain karena dia takut kehilangan mereka. Esa… benar-benar menderita.” Seketika itu, perasaan Aura seperti teriris dan dia merasakan hatinya tersakiti. Dengan mata berkaca-kaca, dia bertanya pada dirinya sendiri, “Apa? Apa yang bisa dan harus kulakukan agar dia tidak menderita lagi? Bagaimana caranya agar dia bisa bahagia menjalani kehidupan ini?”
Aura pun memutuskan untuk lebih dekat lagi dengan Esa. Aura mencoba agar Esa membuka hatinya untuk orang lain. Setiap hari, Aura selalu mengajak bicara Esa. Mereka sering membicarakan topik pembicaraan yang ringan. Tetapi terkadang juga membicarakan topik yang rumit-rumit sehingga membuat Esa terkadang tersenyum melihat keluguan Aura. 

to be continue...

0 comment:

Post a Comment

Powered by Blogger.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Online Project management